Kamis 04 Apr 2024 15:38 WIB

Kejagung Resmi Tetapkan Harvey Moeis Tersangka TPPU Kasus Timah

Kejaksaan Agung resmi menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka TPPU kasus Timah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bilal Ramadhan
Harvey Moeis suami dari aktris Sandra Dewi. Kejaksaan Agung resmi menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka TPPU kasus Timah.
Foto: Dok. Republika
Harvey Moeis suami dari aktris Sandra Dewi. Kejaksaan Agung resmi menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka TPPU kasus Timah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengumumkan Harvey Moeis sebagai tersangka, Kamis (4/4/2024). Suami dari aktris Sandra Dewi tersebut, kali ini diumumkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sebelumnya, Rabu (27/3/2024) penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sudah menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka korupsi terkait kasus penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menerangkan, penjeratan TPPU terhadap tersangka Harvey Moeis, merupakan penambahaan sangkaan atas pidana pokok korupsi yang sudah menyeretnya ke sel tahanan sejak Rabu (27/3/2024).

Baca Juga

“Untuk TPPU yang bersangkutan (Harvey Moeis) sudah kita tetapkan tersangka TPPU,” kata Kuntadi saat ditemui di Kejagung, pada Kamis (4/4/2024).

Saat ini, kata Kuntadi, dalam penyidikan korupsi timah, sudah ada dua tersangka TPPU. Selain Harvey Moeis, pada Senin (1/4/2024), Kuntadi juga mengumumkan Helena Lim (HLM) sebagai tersangka TPPU.

Helena Lim, sudah terlebih dahulu mendekam di sel tahanan, sejak Selasa (26/3/2024) lalu. Pengusaha dan sosialitas asal Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara (Jakut) itu, juga dijerat tersangka tindak pidana pokok korupsi timah terkait dengan perannya selaku Manager Marketing PT Quantum Skyline Exchange (QSE).

Helena dan Harvey, keduanya adalah tersangka ke-15 dan ke-16 dalam penyidikan korupsi timah yang merugikan negara Rp 271 triliun sepanjang 2015-2022 di Bangka Belitung itu. Keduanya dalam kasus ini adalah sepaket.

Helena disebutkan oleh penyidik adalah pihak yang mengelola hasil keuntungan dari korupsi penambangan timah. Melalui perusahaannya, Helena mengelola uang-uang haram tersebut ke dalam bentuk dana sosial untuk kemasyarakatan atau CSR.

Sementara Harvey adalah pihak perwakilan atas kepemilikan dari PT Rafined Bangka Tin (RBT) yang menginisiasi kerja sama ilegal dengan PT Timah Tbk pada 2016-2018 untuk mengelola dan mengeksplorasi mineral timah di lokasi IUP PT Timah Tbk. 

Harvey, juga membawa empat perusahaan lain yang kepemilikannya juga diwakili olehnya, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), CV Venus Inti Perkasa (VIP), dan PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), serta PT Tinindo Inter Nusa (TIN) untuk bersama-sama melakukan penambangan mineral timah di lokasi IUP PT Timah Tbk.

Dari penambangan timah tersebut, Harvey juga memerintahkan agar masing-masing perusahaan pemilik smelter timah, mengumpulkan keuntungan ilegalnya untuk kegiatan yang menurut penyidik kejaksaan, seolah-olah CSR. Dan dana untuk seolah-olah CSR tersebut, disalurkan melalui PT QSE milik tersangka Helena.

Selain Harvey Moeis dan Helena Lim, sepanjang bulan lalu, tim penyidik Jampidsus sudah terlebih dahulu menetapkan 14 tersangka dalam kasus korupsi timah ini. Tiga tersangka utama di antaranya, adalah penyelenggara dari jajaran direksi PT Timah Tbk. Yaitu Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) yang ditetapkan tersangka selaku Dirut PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Emindra (EE) yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Timah Tbk 2018, dan Alwin Albar (ALW) yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Operasional PT Timah Tbk 2018-2021. 

Dalam kasus ini, Jampidsus-Kejagung sudah mengumumkan angka kerugian negara sementara senilai lebih dari Rp 271 triliun. Angka  tersebut merupakan hasil penghitungan kerugian dari dampak kerusakan lingkungan dan ekologis akibat penambangan timah ilegal.

Penyidik memasukkan nilai kerugian tersebut, ke dalam kerugian perekonomian negara. Namun terkait dengan kerugian keuangan negara, Jampidsus-Kejagung bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) masih melakukan penghitungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement