Kamis 28 Mar 2024 21:27 WIB

Disinggung Mahfud Pernah Minta MK Jangan Jadi 'Mahkamah Kalkulator', Ini Respons Yusril

Pernyataan 'Maha Guru Yusril' yang disebut Mahfud disampaikannya pada sidang di MK.

Rep: Eva Rianti / Red: Andri Saubani
Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra mendengarkan keterangan dari pihak terkait saat sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/3/2024). Sidang tersebut beragendakan penyampaian jawaban termohon pihak KPU, penyampaian keterangan pihak terkait yakni pihak capres dan cawapres nomor urut 02, dan keterangan pihak Bawaslu atas gugatan pemohon dari pihak Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD atas hasil pilpres 2024.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra mendengarkan keterangan dari pihak terkait saat sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/3/2024). Sidang tersebut beragendakan penyampaian jawaban termohon pihak KPU, penyampaian keterangan pihak terkait yakni pihak capres dan cawapres nomor urut 02, dan keterangan pihak Bawaslu atas gugatan pemohon dari pihak Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD atas hasil pilpres 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Pengacara Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra membalas pernyataan cawapres 03 Mahfud MD yang mengutip pernyataannya yakni 'Mahkamah Kalkulator' dalam persidangan gugatan sengketa Pemilu 2024. Menurutnya, pernyataan itu kini sudah tidak relevan karena beda masa. 

Mahfud MD diketahui merupakan pemohon -bersama dengan capresnya, Ganjar Pranowo- dalam sengketa tersebut. Sedangkan Prabowo-Gibran diwakili tim pengacara yang dinahkodai Yusril merupakan termohon dalam perkara tersebut. 

Baca Juga

"Tidaklah relevan Prof Mahfud mengutip pendapat dalam tanda kutip 'Maha Guru HTN (Hukum Tata Negara) Prof Yusril Ihza Mahendra yang pernah mengatakan bahwa MK seyogyanya tidak menjadi sekedar mahkamah kalkulator. Tetapi mahkamah seharusnya berperan memeriksa pelaksanaan pemilu secara substantif sejak dari proses pelaksanaannya'," kata Yusril dalam persidangan gugatan sengketa pemilu, Kamis (28/3/2024).

Pandangan tidak relevan tersebut karena pernyataan Yusril itu disampaikan pada satu dekade yang lalu saat belum lahir Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

"Pendapat itu ada benarnya, karena diucapkan pada tahun 2014 tiga tahun sebelum berlakunya UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang membagi kewenangan kasus-kasus yang terjadi dalam penyelengaraan pemilu. Tapi pendapat tersebut dapat dikategorikan dibatalkan karena norma-norma hukum yang mendasarinya juga telah berubah, jadi tidak relevan mengutip pendapat 2014 untuk keadaan sekarang," jelasnya.  

Yusril menerangkan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan segala perubahannya telah mengatur dengan sangat jelas dan rinxi berkenaan dengan eksistensi dan kewenangan badan atau lembaga untuk menyelesaikan perselisihan yang berkaitan dengan Pemilu. Lembaga-lembaga tersebut meliputi kekuasaan kehakiman yang dijalankan oleh Gakkumdu, PTUN, Bawaslu, dan ujungnya adalah MK untuk menyelesaikan perselisihan pemilu. 

Dengan adanya pengaturan tentang pembagian kewenangan menangani sengketa proses pemilu tersebut, Yusril menegaskan bahwa pandangan Mahfud yang mengutip pernyataannya tidaklah relevan. 

"Tapi kalau mau dianggap yang ideal, ketika MK boleh mengadili sampai kepada substansi penyelenggaraan pemilu, maka tentu tidak pada saat sekarang kita membahasnya tetapi mungkin dalam amandemen terhadap UUD 1945 dan amandemen terhadap UU Pemilu itu sendiri," lanjutnya. 

Diketahui, pernyataan 'Maha Guru Yusril' yang disebut Mahfud disampaikannya pada sidang perdana sengketa Pilpres pada Rabu (27/3/2024). Mahfud menyampaikan dalil gugatannya yang salah satunya menyinggung kutipan pernyataan Yusril perihal wewenang MK. Mahfud menyebut Yusril dengan sebutan 'Maha Guru'. 

"Mahaguru Hukum Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi ahli pada sengketa hasil Pemilu 2014 dan bersaksi di MK seperti tersiar luas pada 15 Juli 2014 mengatakan bahwa penilaian atas proses Pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan MK. Pandangan ini bukan pandangan lama melainkan pandangan yang selalu baru yang justru terus berkembang. Menjadikan MK hanya sekedar Mahkamah Kalkulator itulah yag justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbarui," kata Mahfud. 

photo
Hsil hitung cepat atau quick count Pilpres 2024. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement