REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (25/3/2024) merampungkan pemeriksaan terhadap dua Hakim Agung asal Mahkamah Agung (MA), yaitu Desnayeti dan Yohanes Priyana. Keduanya berstatus saksi dalam penyidikan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pengurusan perkara di MA dengan tersangka Gazalba Saleh.
"Bertempat di gedung arsip MA RI, Tim Penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi (Desnayeti dan Yohanes Priyana)," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya pada Selasa (26/3/2024).
Secara khusus, KPK menggali keterangan dari Desnayeti dan Yohanes Priyana soal pengambilan putusan kasus KM 50. Desnayeti dan Yohanes bersama Gazalba merupakan hakim agung MA yang menyidangkan kasus KM 50 di tingkat kasasi yang diputus pada akhir 2022.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain kaitan adanya musyawarah dalam proses pengambilan putusan dalam perkara KM 50 dengan salah satu komposisi Majelis Hakimnya saat itu adalah Tersangka GS," ujar Ali.
Walau demikian, belum membeberkan lebih detail mengenai hubungan kasus KM 50 dengan kasus korupsi yang melibatkan Gazalba. MA tercatat menolak permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap putusan bebas dua terdakwa kasus KM 50. Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella bebas lantaran tak terbukti membunuh 6 anggota Laskar FPI.
Diketahui, KPK menahan Gazalba Saleh lagi pada 30 November 2023. Kasus ini berhubungan dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU. Gazalba disebut KPK tak melaporkan semua penerimaan tersebut selama 30 hari. Aset yang sudah dibeli juga tak dicatatkan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) oleh Gazalba.
Atas tindakannya itu, Gazalba disebut melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kasus ini berawal sejak Gazalba menduduki jabatan sebagai Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017. Dalam beberapa perkara dia ditunjuk untuk menjadi salah satu anggota Majelis Hakim yang menangani permohonan kasasi maupun peninjauan kembali di MA.
Sejumlah perkara yang pernah disidangkan dan diputus oleh Gazalba, diketahui terdapat pengondisian terkait isi amar putusan. Tujuannya, untuk mengakomodasi keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA.
Di sisi lain, KPK pernah menjerat Gazalba Saleh dengan kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas Gazalba Saleh karena dinilai tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Atas vonis bebas itu, KPK mengajukan kasasi ke MA. Namun, MA menolak kasasi itu pada Kamis (19/10/2023). Lewat putusan ini, Gazalba Saleh resmi menghirup udara bebas. Sebab, kasasi merupakan upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan KPK selaku aparat penegak hukum.