REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak awal gerakan, dakwah kultural menjadi identitas Muhammadiyah. Demikian hal itu dijelaskan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si dalam sambutannya di Pembukaan Pengkajian Ramadan 1445 H Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dengan mengusung tema “Dakwah Kultural” digelar di Auditorium KH. Azhar Basyir, M.A., UMJ, Senin (18/3/2024).
Prof. Dr. Ma’mun menegaskan bahwa gerakan dakwah kultural merupakan nilai ajaran awal yang dibawa oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah. Dimasa awal, Muhammadiyah mengedepankan nilai-nilai Islam moderat atau wasathiyah.
“Gerakan kultural itu yang dibawa oleh generasi awal sebagai wajah sebenarnya dari masyarakat Indonesia,” jelas Ma’mun.
Ma’mun menyoroti gerakan dakwah kultural yang menghilang dari Muhammadiyah dalam beberapa periode. Hal itu menjadi pesan penting Pengkajian Ramadan 1445 H dalam upaya membangkitkan kembali gerakan dakwah kultural di Muhammadiyah.
Pada kesempatan yang sama, Ketua umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, M.Si menjelaskan bahwa dakwah kultural adalah usaha menanamkan dan mewujudkan nilai-nilai Islam dalam segala bidang dengan memperhatikan potensi ataupun kecenderungan manusia sebagai mahluk budaya secara luas untuk tujuan Muhammadiyah.
Selain itu, Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) PP Muhammadiyah Bachtiar Dwi Kurniawan, MPA., menuturkan gerakan dakwah kultural bukanlah gagasan baru, banyak yang menyebut gagasan Muhammadiyah berubah. Hal itu, adanya pandangan menilai Muhammadiyah anti tradisi dan budaya, sehingga memilih jalur dakwah kultural.
“Perlu ditegaskan bahwa gerakan dakwah kultural yang dipilih Muhammadiyah bukanlah lawan dari gerakan dakwah struktural. Kesalahan miskonsepsi ini yang perlu menjadi bahasan didalam pengkajian ramadan,” ungkap Bachtiar.
Lebih lanjut, Bachtiar mengatakan Pengkajian Ramadan 1445 H menjadi momentum untuk mencari terobosan dan kekurangan dari gerakan dakwah kultural yang terkesan lambat selama kurang lebih dua puluh tahun.
“Semoga kita bisa kembali melacak aspek historis dan sosiologis untuk menghidupkan dakwah Muhammadiyah secara luas,” tambah Bachtiar.
Pengkajian Ramadan di Jakarta diikuti oleh Pimpinan Muhammadiyah, Aisyiyah, organisasi otonom, amal usaha Muhammadiyah, lembaga dan majelis mulai dari tingkat pusat hingga daerah, yang berasal dari wilayah pulau Jawa dan Sumatera.
Pengkajian dilakukan di dua lokasi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan di Jakarta tepatnya di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kegiatan ini akan digelar selama tiga hari mulai Senin hingga Rabu mendatang.