Selasa 12 Mar 2024 14:31 WIB

Penertiban NIK Warga Jakarta dan Kaitannya dengan Polemik KJMU

Disdukcapil DKI Jakarta menyebut ada ratusan penerima manfaat KJMU tidak sesuai data.

Warga mengecek nomor induk kependudukan (NIK) melalui laman datawarga-dukcapil.jakarta.go.id dengan ponselnya di Jakarta, Senin (26/2/2024). Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta akan menonaktifkan 94 ribu NIK warga yang tidak lagi berdomisili di Jakarta, secara bertahap setelah Pemilu 2024.
Foto:

Komisi E DPRD DKI berencana memanggil Dinas Pendidikan (Disdik) DKI untuk membahas Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) pada Kamis (14/3/2024) pekan ini. Pemanggilan ini buntut polemik informasi pemotongan anggaran KJMU.

"Ini agar ada solusi bagi penerima manfaat yang belum memperoleh program itu," kata Ketua Komisi E DPRD DKI Iman Satria kepada wartawan di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Iman menjelaskan, nantinya Komisi E DPRD DKI akan membahas anggaran 2024 sektor itu yang terbilang jauh lebih rendah. Ia mengatakan, anggaran saat ini hanya Rp 180 miliar, sedangkan tahun lalu Rp 360 miliar.

"Kurang lebih 45 persen berkurang dari 2023 baik KJMU atau KJP Plus," tambahnya.

Lebih lanjut, ia menduga, akibat pengurangan itu, akhirnya Pemprov DKI mengalokasikan penerima manfaat KJP Plus-KJMU berdasarkan pemeringkatan kesejahteraan (desil). Pemeringkatan kesejahteraan (desil) untuk peserta didik/mahasiswa dari keluarga tidak mampu yang memenuhi persyaratan mendapatkan bantuan KJP Plus dan KJMU dibagi atas kategori, sangat miskin (desil 1), miskin (desil 2), hampir miskin (desil 3) dan rentan miskin (desil 4).

Sedangkan, bagi masyarakat yang terdata dalam pemeringkatan kesejahteraan Desil 5,6,7,8,9,10 (kategori keluarga mampu), maka itu tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan bantuan sosial biaya pendidikan KJP Plus dan KJMU. Oleh karena itu, tegasnya, Komisi E DPRD DKI akan mengadakan rapat dengan Dinas Pendidikan DKI dengan meminta anggaran tambahan mengingat banyak yang belum mendapat bantuan tersebut.

"Sebaiknya tidak usah kasih KJMU ke penerima baru, tetapi yang lama pertahankan supaya tidak putus sekolah," ujar Iman.

Mantan gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pun sudah mengomentari soal polemik KJMU. Dalam polemik KJMU yang belakangan ini viral, Anies  ikut dibawa-bawa oleh publik yang mengadu kepadanya lewat media sosial.  

Terhadap penerima manfaat yang sedang kuliah dan dibiayai menggunakan KJMU, menurut Anies, negara dianggap harus bertanggung jawab menyelesaikannya sampai selesai. Bukan malah melakukan rekrutmen dengan mendata peserta baru. 

"Kalaupun tidak mau diteruskan programnya, ada keputusan tidak meneruskan, maka lakukan itu dengan cara tidak ada rekrutmen yang baru. Tapi yang sudah masuk ke dalam penerima harus dibiayai sampai tuntas karena kalau tidak mereka akan terbengkalai karena mereka adalah orang-orang membutuhkan bantuan," jelasnya. 

Dia menganalogikan pada pengelolaan sebuah sekolah. Ketika sekolah dinyatakan sudah akan ditutup, caranya bukan dengan menerima siswa baru, melainkan siswa yang sudah ada dituntaskan. Kalau pun tidak bisa, perlu disiapkan tempat baru agar siswa tetap belajar dan tidak terbengkalai. 

"Ini prinsip sederhana dalam pengelolaan negara, dalam pengelolaan program," kata dia. 

 

photo
Ilustrasi Mahasiswa - (Republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement