Ahad 10 Mar 2024 10:38 WIB

Pentingnya Pengarusutamaan Pembangunan Inklusif, Ini Langkah Setara Institute

Kesempatan dan ruang-ruang yang diberikan kepada kelompok marjinal.

Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inklusi dan demokrasi merupakan pilar yang saling menyangga pelaksanaan pemerintahan yang berorientasi bagi kepentingan bersama rakyat. Berbagai hasil riset Setara Institute menunjukkan masih minimnya upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak kelompok marjinal. Adanya berbagai produk hukum diskriminatif terhadap kelompok marjinal terutama minoritas SARA, ragam gender dan seksual, masyarakat adat, disabilitas, hingga perempuan menunjukkan bahwa isu-isu kelompok marjinal ini masih belum diketengahkan sebagai isu bersama dalam agenda pembangunan. Kesempatan dan ruang-ruang yang diberikan kepada kelompok marjinal dalam proses pembangunan daerah, baik pada tahap perencanaan, pembahasan, hingga evaluasi belum sepenuhnya maksimal. Dalam konteks momentum teknokratis, penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2025-2029, Setara Institute telah memulai agenda advokasi pengarusutamaan pembangunan inklusif di Aceh, Sulawesi Selatan dan Jawa Barat.

Selain momentum teknokratis, pesta demokrasi Pilkada serentak 2024 juga menjadi momentum yang tepat memperluas diskursus gagasan dan agenda pembangunan inklusif dengan memperluas keterlibatan kelompok marjinal dalam agenda pembangunan daerah melalui proses perencanaan yang partisipatif, memastikan agar produk hukum daerah yang dibuat berpihak pada perlindungan kelompok minoritas dan marjinal. Bukan hanya di RPJMD, agenda pembangunan inklusif juga diharapkan menjadi visi dan misi kontestasi bagi calon-calon kepala daerah.

Baca Juga

Sebagai langkah dalam mewujudkan komitmen tersebut, Setara Institute menyelenggarakan rangkaian peningkatan kapasitas bertema "Merancang Agenda Pemajuan dan Perlindungan Hak-Hak Kelompok Marjinal" pada tanggal 4-7 Maret 2024. Strategi ini diawali dengan implementasi di tiga provinsi, yaitu Aceh, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat dengan menyasar kelompok minoritas agama/kepercayaan, minoritas etnis, disabilitas, ragam gender dan seksual, masyarakat adat, serta berbagai organisasi masyarakat sipil di ketiga provinsi yang bekerja dalam advokasi isu-isu kelompok marjinal.

Selain sebagi forum peningkatan kapasitas, melalui agenda tersebut juga telah terbentuk Koalisi Aspirasi (Aliansi Masyarakat Sipil untuk Transparasi, Inklusi, dan Demorkasi) di masing-masing provinsi, yaitu Koalisi Aspirasi Sulawesi Selatan, Koalisi ASPIRASI Jawa Barat, dan Koalisi ASPIRASI Aceh. Ketiga Koalisi ini menjadi mitra strategis Koalisi ASPIRASI di tingkat nasional yang terdiri dari Perludem, Transparency International Indonesia (TII), SETARA Institute, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). 

Dari pemetaan masalah dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas tersebut, Koalisi ASPIRASI menyampaikan beberapa hal untuk dapat ditindaklanjuti bersama, diantaranya, mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas ruang-ruang dialog yang konstruktif antara kelompok marjinal dan pemerintah, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam pembahasan agenda-agenda pembangunan daerah terutama dalam momen penyusunan RPJMD 2025-2029 yang tahapannya telah dimulai di masing-masing daerah.

"Kedua, mengintensifkan komunikasi dengan aktor-aktor politik untuk menyalurkan aspirasi kelompok marjinal. Ketiga, memperkuat sinergi dan kolaborasi seluruh elemen masyarakat sipil dan media dalam mengamplifikasi aspirasi dan kebutuhan kelompok marjinal," kata Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute Sayyidatul Insiyah, dalam keterangannya, Ahad (10/3/20024). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement