Selasa 05 Mar 2024 16:11 WIB

Nasdem Usulkan Ambang Batas Parlemen 7 Persen untuk Penyederhanaan Partai

Nasdem menilai banyak parpol baru tapi tak memiliki ideologi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Anggota DPR Fraksi Nasdem Sugeng Suparwoto.
Foto: PLN
Anggota DPR Fraksi Nasdem Sugeng Suparwoto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Nasdem memiliki semangat untuk hadirnya penyederhanaan partai politik di DPR. Karenanya, mereka mengusulkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 7 persen.

Pasalnya, Partai Nasdem melihat bahwa saat ini banyak partai politik baru yang terbentuk, tetapi tak memiliki ideologi. Karenanya, ambang batas parlemen sebesar 7 persen diperlukan untuk benar-benar menyeleksi partai politik yang akan masuk ke DPR.

Baca Juga

"Bahwa itu ya kan ini diskursus, bahwa masing-masing punya pendapat. Kalau kita malah justru PT itu kalau bisa tujuh persen," ujar anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Sugeng Suparwoto di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024).

Idealnya, harus terdapat sembilan fraksi di DPR yang dapat menyampaikan aspirasi berbagai kelompok masyarakat. Jangan sampai ada banyak partai politik, tetapi memiliki ideologi yang sama dan justru membuat suaranya semakin kecil.

"Karena kan kalau kita banyaknya partai, bukan berarti tidak partisipatif kan. Bayangkan kalau partai tadi bergabung dengan partai-partai yang se-platform, seideologi, segagasan juga sama, saya kira jauh lebih baik," ujar Sugeng.

"Kita terlalu banyak partai politik, malah semakin banyak suara yang tidak tertampung akhirnya," sambung Ketua DPP Partai Nasdem itu.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memberi lima poin panduan bagi pembentuk undang-undang dalam menyusun ambang batas parlemen yang baru untuk diberlakukan pada Pemilu 2029 dan seterusnya. Pada Kamis (29/2/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Perludem terkait ambang batas parlemen 4 persen yang diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pada poin pertama, MK menyatakan ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

"(3) Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik; (4) perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029,” urai MK.

Adapun poin kelima adalah perubahan ambang batas parlemen melibatkan semua kalangan yang memperhatikan penyelenggaraan pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement