REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta diubahnya ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4 persen. Menurutnya, putusan tersebut membuat tidak adanya suara yang terbuang di setiap pemilihan umum (Pemilu).
"Kami mengapresiasi putusan tersebut dan upaya dari teman-teman Perludem. Agar tidak ada suara rakyat yang terbuang," ujar Grace kepada wartawan, Jumat (1/3/2024).
Di samping itu, ia mengusulkan adanya fraksi threshold di DPR. Fraksi threshold tersebut dibentuk untuk mengakomodasi semua partai politik yang tidak lolos ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Jadi nantinya, partai politik yang tak cukup suaranya mencapai 4 persen akan dikumpulkan menjadi satu fraksi di DPR. Ungkapnya, jumlah suara dari partai politik yang tak lolos PT dapat mencapai 9 persen.
"Jadi suara rakyat tidak terbuang. Namun untuk partai-partai yang suaranya tidak mencapai persentase tertentu digabungkan dalam satu fraksi," ujar Grace.
Mantan menteri koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyambut baik putusan MK yang meminta ambang batas parlemen atau PT sebesar 4 persen diubah. Apalagi dalam putusannya, diubahnya angka tersebut harus dilakukan sebelum Pemilu 2029.
Artinya dihapusnya ambang batas parlemen sebesar 4 persen tak dapat berlaku untuk Pemilu 2024. Sehingga partai politik yang tak mendapatkan angka minimal 4 persen pada tahun ini, tidak bisa mendapatkan kursi di DPR.
"Kan disebut juga berlaku sebelum 2029, tapi yang 2024 berlaku (peraturan) lama. Jangan bermimpi lah, yang dapat satu persen, dua persen lalu bisa masuk (parlemen) sekarang," ujar Mahfud di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (1/3/2024).
Di samping itu, ia juga menyambut baik putusan MK tersebut, karena tak langsung berlaku untuk Pemilu 2024. Berbeda dengan putusan terkait syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang menurutnya terkesan dipaksakan untuk langsung berlaku.
"Dalam tradisi hukum di seluruh dunia kalau ada perubahan aturan yang memberatkan atau menguntungkan seseorang, harus (diterapkan) pada periode berikutnya," ujar Mahfud.