Kamis 29 Feb 2024 13:53 WIB

Kemenag Jatim Terima Tiga Laporan Penganiayaan Santri Sepanjang 2024

Kemenag Jatim telah menerima tiga laporan penganiayaan santri pada dua bulan 2024 ini

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bilal Ramadhan
Kemenag sebut ponpes di Kediri tenpat santri dianiyaya belum memiliki izin Nomor Stastistik Pesantren (NSP). Kemenag Jatim telah menerima tiga laporan penganiayaan santri pada dua bulan 2024 ini.
Foto: Republika/Havid Al Vizki
Kemenag sebut ponpes di Kediri tenpat santri dianiyaya belum memiliki izin Nomor Stastistik Pesantren (NSP). Kemenag Jatim telah menerima tiga laporan penganiayaan santri pada dua bulan 2024 ini.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As'adul Anam mengungkapkan, ada tiga kasus penganiayaan santri yang terjadi di Jawa Timur sepanjang 2024. Kasus pertama terjadi sekitar satu bulan lalu di salah satu Ponpes di Kabupaten Blitar.

Korbannya berinisial MAR (13) yang dinyatakan meninggal dunia setelah dianiaya 17 sesama santri. Kasus kedua terjadi di salah satu Ponpes di Malang. Korbannya adalah ST (15) yang mengalami luka bakar setelah disetrika seniornya berinisial AF (19).

Baca Juga

"Kalau yang di Malang awalnya dari gurauan menggunakan setrika, hingga akhirnya mengenai temannya dan mengakibatkan luka bakar," kata Anam dalam konferensi pers yang diselenggarakan melalui Zoom, Kamis (29/2/2024).

Kasus terbaru terjadi di Ponpes PPTQ Al Hanifiyyah, Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Korbannya berinisial BBM (14) yang meninggal dunia setelah dianiaya empat seniornya. Anam mengatakan, pola kasus yang terjadi di Kabupaten Blitar dengan kasus yang terjadi di Kabupaten Kediri, hampir sama. 

"Yang Blitar ini hampir sama dengan Kediri. Cuma motifnya yang berbeda. Kalau di Kediri belum tahu motifnya," ujarnya.

Anam berharap aparat kepolisian bisa menuntaskan kasus ini secara terang benderang. Penanganan kasus secara terang benderang sangat diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pesantren. 

"Kami sangat menghormati proses hukum dan kami menunggu tahapan-tahapan berikutnya, sehingga masyarakat dapat mendapatkan penyelesaian secara gamblang. Sehingga kegeraman masyarakat bisa terselesaikan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement