REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy mengungkapkan analisisnya mengenai alasan warga Nahdliyin atau Nahdlatul Ulama (NU) dominan memilih paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, memang ada fenomena kebebasan Nahdliyin dalam memilih paslon dalam Pilpres 2024.
"Elite-elite politik ini harus bisa membaca secara clear psikologi massa Nahdliyin dan konstituen PKB. Menurut saya Nahdliyin yang kita baca, hepi dengan Pemilu 2024 bebas memilih siapa wapresnya, bebas memilih partainya," kata Lukman di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (24/2/2024).
Menurutnya, semestinya PKB bisa mengambil manfaat dari peristiwa dan dinamika politik yang terjadi. Yakni dengan melihat perkembangan suara konstituen NU -yang diketahui menjadi perjuangan PKB- dominannya bergerak kemana.
"Sehingga kemudian ketika dihitung, bacaan quick count itu memang NU banyak memilih 02. Di Jawa Timur malah Cak Imin (Muhaimin Iskandar) sebagai Ketua Umum PKB mendapatkan suara yang nomor 3 (terendah). Di Jawa Tengah juga seperti itu. Basis PKB, Jawa Timur dan Jawa Tengah, tapi justru 01 mendapatkan suara paling kecil dibandingkan 02 dan 03," jelasnya.
Menurut analisis Lukman, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi itu beragam. Diantaranya kurangnya performa dalam debat capres-cawapres yang digelar KPU RI, performa ketika kampanye, dan program-program yang diangkat. Selain itu juga, Lukman menilai faktor lainnya adalah topik di media sosial Anies-Muhaimin yang tidak membuat senang para pemilih PKB dan Nahdliyin.
"Sepertinya Nahdliyin tidak suka dengan cara menyerang dengan apa namanya, apalagi mungkin Nahdliyin itu selama ini merasa diopeni (diurus) oleh Pemerintah Jokowi 'loh kok selama ini kita diopeni oleh Pemerintah Jokowi, dibangunkan kampus, universitas NU dimana-mana, kemudian dikasih fasilitas macam-macam tapi kok diserang dalam kampanye-kampanye kemarin'," tuturnya.
Lukman menuturkan bahwa warga Nahdliyin adalah masyarakat yang cerdas dan punya kesadaran diri yang berkenaan dengan pilihannya. "Walaupun misalnya Cak Imin adalah NU, tapi kalau kemudian dia anggap tidak pas untuk hari ini diwakilkan suaranya kepada calon presiden 01, akhirnya memilih 02," tuturnya.
Lalu, Lukman pun sempat menyinggung ada faktor hubungan PKB dengan PBNU yang kurang akur. Hubungan itu bisa jadi punya implikatif negatif terhadap perolehan suara 01. Kondisi itu, kata dia harus diperbaiki oleh PKB.
"Pada akhirnya kalau PKB mau mengambil manfaat penuh dari peristiwa politik sekarang ini untuk masa depan PKB tentunya harus melihat hal-hal itu," ujarnya.