Selasa 20 Feb 2024 18:13 WIB

Kejagung Pastikan Pengusutan Aliran Uang Korupsi BTS 4G Bakti Masih Berjalan

Kejagung menegaskan penyebutan nama di persidangan belum kuat dijadikan bukti.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi memberikan keterangan usai penahanan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate di gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/5/2023). Johnny G Plate ditahan terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiveer station (BTS) periode 2020-2022. Kasus ini diduga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun.
Foto:

Khusus Nistra, kata Kuntadi, tim penyidikannya, pun masih terus melakukan koordinasi dengan otoritas lain untuk mencari keberadaannya. Sejak namanya terungkap dalam skandal penerimaan uang hasil korupsi BTS 4G Bakti tersebut, Nistra tak diketahui keberadaan batang hidungnya.

Sepanjang akhir 2023 lewat tiga kali pemanggilan untuk diperiksa oleh penyidik, staf anggota Komisi I DPR itu pun selalu mangkir. “Semua upaya intelijen kita lakukan untuk pencarian. Ya, kita tunggu saja,” kata Kuntadi.

Dia memastikan, tim penyidiknya tak akan membiarkan satu pihak pun yang lolos dari jerat hukum dalam penanganan korupsi selama alat buktinya memadai. Kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo terkait dengan proyek pembangunan 4.200 menara telekomunikasi di seluruh Indonesia sepanjang 2020-2022.

Kerugian negara dalam kasus tersebut, sah di persidangan sebesar Rp 8,03 triliun. Dari penyidikan, Jampidsus total menjerat 16 orang sebagai tersangka. Enam yang sudah diadili menjadi terdakwa saat ini menjalani pemenjaraan.

Termasuk eks Menkominfo Johnny Gerard Plate (JGP) yang dipidana 15 tahun lantaran terbukti turut menerima uang Rp 17,5 miliar dari pihak-pihak yang terlibat proyek tersebut. Juga Dirut Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif (AAL) yang dipidana 18 tahun penjara.

Di persidangan terungkap, adanya uang setotal Rp 243 miliar yang digelontorkan melalui terpidana Irwan Hermawan, atas perintah Anang Latif untuk dibagi-bagikan ke sejumlah nama penerima. Gelontoran uang tersebut dimaksudkan untuk penghentian penyidikan kasus tersebut.

Pun juga untuk memanipulasi hasil audit. Di persidangan terungkap beberapa nama yang menerima uang haram tersebut, termasuk anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi (AQ) yang menerima Rp 40 miliar melalui terdakwa Windy Purnama (WP), dan perantara tersangka Sadikin Rusli (SDK).

Persidangan...

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement