Senin 12 Feb 2024 20:10 WIB

Haidar Alwi Nilai Connie Terapkan Politik Adu Domba Terhadap Prabowo dan Jokowi

Haidar menilai pernyataan Connie Rakahundini tendensius dan sangat berbahaya.

Rep: Ronggo Astungkoro, Bayu Adji P/ Red: Andri Saubani
Pengamat militer dan pertahanan Connie Bakrie saat diskusi di salah satu kafe kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Pengamat militer dan pertahanan Connie Bakrie saat diskusi di salah satu kafe kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi menilai pernyataan Connie Rahakundini dan Henry Yosodiningrat yang viral di media sosial pada hari pertama masa tenang sangat tendensius dan berbahaya. Dia menduga Connie dan Henry sedang berupaya mengadu domba Jokowi dan Prabowo serta membenturkan rakyat dengan institusi Polri untuk kepentingan capres-cawapres yang didukungnya.

"Jelas tendensius dan politik pecah belah sangat berbahaya terutama di tahun politik yang tensinya memang sudah panas karena dapat menimbulkan kegaduhan, kerusuhan, dan kekacauan yang akan berdampak pada terancamnya stabilitas di berbagai bidang," kata Haidar dalam keterangannya, Senin (12/2/2024).

Baca Juga

Dalam video yang viral dan beredar di media sosial itu Connie menceritakan pertemuannya dengan Ketua TKN Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani. Dia mengungkapkan adanya potensi Jokowi mengkhianati Prabowo di tengah jalan seperti mengkhianati Megawati dan PDIP. Prabowo disebut hanya akan berkuasa selama dua tahun jika berhasil memenangkan Pilpres 2024. Selanjutnya, Gibran akan naik menjadi Presiden menggantikan Prabowo.

"Karena serangan dari luar gagal, makanya sekarang diserang dari dalam yaitu membenturkan Jokowi dan Prabowo dengan harapan memantik kebencian di antara kedua kubu sehingga dapat dengan mudah dikalahkan. Seperti politik divide et impera zaman kolonial," tutur Haidar.

Sementara itu, kata dia, Henry berbicara mengenai indikasi atau dugaan ketidaknetralan Polri di Pilpres 2024. Dalam video yang viral itu disebutkan Kapolri mengerahkan fungsi Binmas sebagai instrumen pemenangan pemilu untuk paslon Prabowo-Gibran. Haidar mengatakan, narasi ketidaknetralan aparat memang kerap digaungkan oleh kubu pendukung capres-cawapres tertentu. 

Padahal, kata dia, Kapolri sudah berulang kali menegaskan bahwa institusinya netral. Presiden pun sering menyerukan agar ASN, TNI dan Polri menjaga netralitasnya di Pemilu nanti. Jadi, menurut dia, apa yang disampaikan oleh Henry kemungkinan merupakan bentuk kepanikan kalau paslon yang didukungnya akan kalah. 

“Tapi ini dapat mencoreng kewibawaan institusi Polri menggerus kepercayaan dan memupuk kebencian publik," imbuh Haidar.

Haidar pun meminta masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh narasi atau informasi yang tidak jelas sumbernya atau hoaks dan sengaja disebarkan untuk menimbulkan kebencian kepada sesama maupun kepada penyelenggara negara. 

"Aparat juga harus tegas menindak orang-orang yang berusaha mengacaukan pemilu dengan menyebarkan hoaks atau narasi kebencian agar menjadi pembelajaran bagi yang lainnya untuk tidak mengulangi hal yang sama ke depannya," kata dia.

 

photo
Pemilih lintas generasi di Pemilu 2024. - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement