Senin 12 Feb 2024 19:29 WIB

Eks Dirut Pertamina Ingin Tetap Nyoblos Meski Tersangkut Kasus Korupsi

Karen saat ini ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/2/2024). Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113 Juta US Dolar terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG).
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/2/2024). Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113 Juta US Dolar terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan menyampaikan keinginannya untuk melakukan pencoblosan Pemilu 2024 pada 14 Februari. Karen tak ingin kehilangan hak pilihnya meski berstatus sebagai tahanan kasus dugaan korupsi.

Hal itu disampaikan Karen seusai sidang pembacaan surat dakwaan oleh tim Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin (12/2/2024). Karen tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) periode 2011-2021.

Baca Juga

"Saya ingin menyampaikan hak saya untuk pemilu nanti di tanggal 14 Februari. Jadi, mohon agar hak saya sebagai warga negara Indonesia dapat dipenuhi," kata Karen dalam sidang tersebut.

Mengenai permintaan itu, JPU KPK siap memenuhinya kalau direstui Majelis Hakim. Karen saat ini ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan. Kalau jumlah tahanan disana tidak memenuhi syarat untuk diadakan TPS, maka Karen mesti mencoblos di TPS lain. Proses keluarnya Karen untuk mencoblos ini perlu surat penetapan dari Majelis Hakim.

"Sampai sekarang info belum resmi dari rutan. Tapi kami akan pastikan terdakwa ditahan di Polres Jaksel ada TPS nggak, kemudian apabila tidak ada mohon nanti seperti disampaikan penasihat hukum dikeluarkan penetapan agar bisa keluar dari rutan," ujar JPU KPK.

Majelis hakim tak keberatan dengan permintaan Karen. Majelis Hakim meminta JPU KPK memastikan hak Karen untuk mencoblos tetap terpenuhi meski berstatus terdakwa. Majelis hakim berpesan agar dokumen disiapkan untuk memproses surat ketetapan.

"Penetapan itu dari permintaan juga. Karena kami tidak tahu. Nanti surat-suratnya disiapkan," kata Hakim Ketua Maryono.

Dalam perkara ini, Karen disebut memperkaya sejumlah pihak termasuk dirinya sendiri. Bahkan Karen didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp1,77 triliun.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan 104,016.65 dolar AS (Rp 1,6 miliar), serta memperkaya suatu korporasi yaitu Corpus Christi Liquefaction, LLC seluruhnya sebesar 113,839,186.60 dolar AS (Rp 1,77 triliun)," ujar JPU KPK.

Tindakan Karen dipandang JPU KPK menimbulkan kerugian keuangan negara. Kerugian ini dikalkulasi berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara atas Pengadaan LNG (Liquified Natural Gas) Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada PT Pertamina (Persero) dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.

"Mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT Pertamina (Persero) sebesar 113,839,186.60 dolar (Rp 1,77 triliun)," ujar Karen.

Selain itu, JPU KPK memandang Karen justru menyalahgunakan jabatan yang diberikan kepadanya selaku Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014. "Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yaitu terdakwa selaku Direktur Utama PT Pertamina," ujar JPU KPK.

Atas dasar itulah, Karen didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement