REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Civitas academica Universitas Tujuhbelas Agustus (Untag) Surabaya ikut menyerukan keprihatinannya atas dinamika politik dan keberlangsungan hukum di Indonesia yang menjadi polemik belakangan ini.
Rektor Untag Surabaya Prof Mulyanto Nugroho, mengatakan keprihatinan itu berhubungan erat atas terjadinya pencederaan nilai fundamental demokrasi dalam UUD 1945, kearifan lokal, etika dalam berbangsa, dan bernegara. Pihaknya menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan keadaban dalam demokrasi.
“Kami mendorong presiden dan para pemimpin menempatkan kepentingan umum sebagai prioritas utama dibandingkan dengan kepentingan pribadi dan golongan,” tutur Prof Nugroho, di Surabaya, Senin (5/2/2024).
Prof Nugroho menyebut masa depan bangsa dan negara tak boleh dipertaruhkan di atas kepentingan sekelompok orang dengan mengabaikan nurani serta penalaran yang kritis dan rasional.
"Mari kita wujudkan jiwa patriotik untuk negeri ini, menggenapi amanat para pejuang dan pendiri negeri ini, menjaga bumi, Tanah Air Indonesia demi kelangsungan kehidupan di negeri yang damai dan sejahtera," katanya.
Prof Nugroho memimpin pembacaan pernyataan sikap atas dinamika politik sebanyak empat poin diikuti 14 guru besar dan ratusan jajaran rektorat. Poin pertama, menolak politik dinasti dan intimidasi. Kedua, menolak korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Poin Ketiga, menuntut pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Keempat, menuntut etika bernegara dan berpemerintahan,” ujarnya.
Pihaknya juga menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia menolak calon pemimpin yang proses pencalonannya melanggar konstitusi dan etika demokrasi
Kemudian, menolak politik dinasti, menolak politik uang dalam pemilu, menolak pemerintah untuk menjatuhkan sanksi tegas terhadap segala bentuk abuse of power, kejahatan jabatan, serta intimidasi yang berindikasi melanggengkan kekuasaan personal maupun kelompok
"Mengembalikan netralitas ASN, TNI dan Polri. Junjung tinggi peradaban, jangan patahkan nurani karena ambisi," ujarnya.