REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional 2024, Kementerian Komunikasi dan Informasi Publik menggelar diskusi yang bertajuk "Tantangan Jurnalisme di Tengah Distrupsi Digital Menengah Manipulasi Informasi".
Diskusi dipandu langsung Meliza Gilbert dan menghadirkan beberapa narasumber inspiratif. Salah satunya adalah pengamat media Agus Sudibyo. Fokus utama yang dibahas dalam diskusi ini adalah soal bagaimana cara mempertahankan peran media di era disrupsi digital.
Menurut Agus, dunia jurnalisme saat ini tengah menghadapi tantangan berat dengan terimplementasinya algoritma di internet. Celakanya, mesin pencari saat ini didominasi oleh sederet platform digital, termasuk Facebook, Apple, dan Microsoft.
Argumen mengenai keadaan media massa itu didasarkan dari dua asumsi, yakni dualitas institusi sosial dan ekonomi. Keduanya menurut Agus saling berpengaruh satu sama lain dalam keberlangsungan ekosistem media massa di Tanah Air maupun skala global.
"Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, di mana beberapa perusahaan dapat menguasai berbagai sektor terutama ekosistem media massa hampir di seluruh dunia terutama di Indonesia," papar Agus.
Oleh karena itu, media massa, khususnya online jika ingin tetap bertahan dan mendapat pemasukan dari iklan harus mengikuti algoritma yang dimonopoli oleh platform tersebut. Sedangkan, media konvensional hanya bermain dalam ekosistem yang sangat kecil.
Sementara, mengenai konten, alih-alih menyajikan informasi yang bermutu, media massa saat ini justru juga ikut mengambil sumber dari media sosial. Sehingga peristiwa yang diwartakan hanya sebatas pemberian informasi yang sebenarnya bisa ditemukan di medsos.
"Saat ini 58 persen iklan media digital itu dikuasai oleh Google, lalu 2,4 persen dikuasai Meta. Jadi media konvensional hanya bermain di area 18 persen atau sisanya. Hal ini juga hampir sama dengan apa yang terjadi di Indonesia," jelas Agus.
Mantan Pemred Tempo itu mengungkap salah satu kiat untuk membendung monopoli tersebut adalah dengan menggunakan sistem langganan bagi pembaca. Hal ini agar media massa tidak dapat didikte oleh trafik iklan yang kini dikuasai oleh platform tersebut.
Selain itu, proses pendalaman materi pun perlu diolah agar menjadi berita yang bernas saat dibaca publik. Alih-alih hanya mengedepankan jurnalisme dasar, wartawan juga dapat mengeksplorasi tulisan agar nantinya menjadi identitas penulis atau media yang bersangkutan.