Kamis 25 Jan 2024 17:04 WIB

Catatan Republika Menembus Zona Militer El-Arish

Perang di Gaza yang masih berlangsung membuat El-Arish layaknya kota terlarang.

 Sebuah gambar ambil yang diambil dari rekaman video menunjukkan orang-orang berkumpul di luar masjid yang diserang di kota utara Arish, Semenanjung Sinai, Mesir, Jumat (24/11).
Foto: EPA/Stringer
Sebuah gambar ambil yang diambil dari rekaman video menunjukkan orang-orang berkumpul di luar masjid yang diserang di kota utara Arish, Semenanjung Sinai, Mesir, Jumat (24/11).

Tepat pukul empat dini hari waktu Kairo, Republika bersama tim dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) bersiap untuk melakukan perjalanan ke El-Arish, Mesir, Sabtu (20/1/2024). Saat turun ke lobi Hotel Jewel, kami melihat beberapa orang penghubung sudah bersiap untuk berangkat.

 

Setelah jam menunjukkan pukul lima, seorang pemuda belasan tahun menghampiri kami. “Pemberangkatan ditunda karena mobilnya belum siap,”ujar Majid, nama pemuda itu.

Kami mafhum karena pemberangkatan ke El-Arish lewat jalan darat bukan perkara mudah. Saat ini, kota wisata tersebut terbilang sulit untuk ditembus, terutama bagi warga negara asing. Mesir bahkan menerapkan zona militer yang ketat untuk mencegah sembarang orang masuk ke kota itu. Terlebih, perang di Gaza yang masih berlangsung membuat El-Arish layaknya kota terlarang. Tim BSMI yang dipimpin Prof Basuki Supartono bersama Republika merancang perjalanan ini dengan segala risikonya.

Kami bertemu penghubung asal Palestina berkebangsaan Inggris yang menjanjikan untuk sampai ke El-Arish. Di sana, ada setidaknya 3.000 pengungsi asal Palestina yang ditampung di sejumlah rumah sakit dan beberapa titik penampungan. Saat Republika bertanya, “Apakah mungkin kami sampai ke gerbang Rafah?” salah satu penghubung menjawab singkat, "Jangan berpikir untuk itu. Kita hanya sampai Arish," ujar dia.

Sinar matahari sudah menyembul dari ufuk. Belum ada tanda-tanda informasi pemberangkatan. Padahal, waktu pagi sudah menunjuk jam delapan. “Kita harus sabar, tunggu dulu. Memang begini perjuangan,” kata Basuki.

Basuki merupakan seorang dokter spesialis ortopedi yang sudah empat kali menembus Jalur Gaza. Perjalanan terakhir dilakukan pada 2013. Saat itu, BSMI ingin menarik beberapa dokter asal Gaza ke Indonesia. Mereka ingin memberikan sejumlah beasiswa pendidikan spesialis kepada dokter-dokter tersebut.

Salah satu dokter yang sukses menyelesaikan pendidikan dokter spesialis anestesia adalah dr Mueen Al-Shurafa Sp An. Namun, Mueen tewas setelah rumahnya dibom Israel pada November lalu.

Untuk Basuki, BSMI perlu menyalurkan bantuan secara langsung ke Gaza. Jika tidak dapat sampai ke jalur yang terkepung itu, setidaknya mereka bisa mencapai El-Arish. Basuki memiliki sejumlah rencana untuk program kemanusiaan bagi para pengungsi Gaza di perbatasan. Terlebih, Asisten Menteri Kesehatan dan Populasi bidang Hubungan Internasional Mesir Dr Hatem F Amer mengatakan, Mesir saat ini kekurangan implan ortophedi yang merupakan alat medis penting untuk mereka yang cedera akibat perang.

Kami memutuskan untuk menunaikan shalat Zhuhur di masjid terdekat. Basuki terlihat berdoa cukup lama. Sedangkan, saya dan anggota tim lainnya sudah pesimistis karena tidak ada kabar lanjutan dari penghubung kami. Selepas beranjak dari masjid, telepon Basuki berdering. Penghubung tersebut mengatakan, izin dari intelijen Mesir sudah keluar. Kami diminta bersiap dalam waktu 10 menit. 

Baca kisah lengkapnya: Catatan Republika Menembus Zona Militer El-Arish

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement