Kamis 25 Jan 2024 07:44 WIB

Soal Hak Presiden Kampanye, KIP: Cuti Musti Tertulis dan Diinformasikan Terbuka

Presiden Jokowi mengatakan seorang presiden boleh memihak dan berpolitik.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erdy Nasrul
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan keterangan pers di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (24/1/2024).
Foto: Republika/Dessy Suciati Saputri
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan keterangan pers di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (24/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Informasi Pusat (KIP) angkat suara mengenai Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan Presiden hingga menteri boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu. Hal itu disampaikan Presiden Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Wakil Ketua KIP RI, Arya Sandhiyudha, menyampaikan hak kampanye dibenarkan namun dengan memperhatikan tata aturan. Arya mengingatkan aspek keterbukaan informasi publik perihal cuti harus diumumkan terbuka ke publik.

Baca Juga

"Apa yang disampaikan Pak Presiden Jokowi, beliau dan/atau pejabat publik boleh berkampanye, itu ada prasyaratnya, sehingga tidak mengabaikan aturan. Dalam kapasitas kami di Komisi Informasi Pusat RI hanya mengingatkan dalam aspek keterbukaan informasi publik, kampanye dan pemihakan itu diperkenan hanya setelah cuti yang disampaikan secara tertulis. Tidak bisa lisan. Dalam hal ini, cuti harus diinformasikan terbuka ke khalayak/ publik," kata Arya dalam keterangannya pada Rabu (24/1/2024). 

Arya menegaskan cuti bagi Presiden dan/atau pejabat negara yang hendak kampanye musti merupakan informasi publik terbuka.

"Cuti tersebut musti tertulis, disampaikan dan ditembuskan kepada badan publik terkait seperti KPU dan Bawaslu, serta disampaikan terbuka kepada khalayak umum sebagai informasi publik terbuka," lanjut Arya. 

Badan Publik penyelenggara Pemilu dan Pemilihan seperti KPU dan Bawaslu, menurut Arya juga penting membantu sosialisasi dan pengawasan terhadap praktik terkait. Ini agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga di masa Pemilu 2024.

Arya merujuk pendapatnya pada UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan KPU No 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.

"Kami serahkan bagaimana sosialisasi dan pengertian mendetailnya kepada kolega KPU dan Bawaslu agar Presiden dan/atau pejabat publik tersosialisasi dengan baik mengenai peraturan ini, sehingga tidak terjebak menggunakan fasilitas jabatan, dan seluruh fungsi  penyelenggaraan negara dan pemerintahan," ujar Arya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement