REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) yang membebaskan aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty. Keduanya lolos dari jerat pidana kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah memandang putusan ini menunjukkan keberpihakan negara terhadap perlindungan pembela HAM.
"Komnas HAM mengapresiasi PN Jaktim yang membebaskan Haris dan Fatia. Ini bentuk upaya perlindungan negara dalam kerja-kerja penegakkan HAM oleh para pembela HAM," kata Anis kepada Republika, Senin (8/1/2024).
Anis mengakui para aktivis HAM rentan mengalami kriminalisasi atas kerja-kerjanya. Padahal kerja mereka dijamin oleh konstitusi.
"Selama ini aktivis pembela HAM terutama perempuan rentan mengalami kriminalisasi ketika menyampaikan kritik kepada negara," ujar Anis.
Anis mengingatkan kritik menyasar negara termasuk bagian dari hak kebebasan berpendapat dalam UUD 1945. Hal ini dijunjung oleh Indonesia yang menganut negara demokrasi sekaligus menjunjung tinggi hukum.
"Kritik terhadap negara itu bagian dari hak kebebasan berekspresi dan berpendapat," ujar Anis.
Oleh karena itu, Anis berharap putusan tersebut dapat menjadi preseden baik untuk kemudian hari. Sehingga pembela HAM lain tak lagi takut dijerat kriminalisasi atas kerjanya.
"Ini merupakan HAM yang harus dijamin oleh negara. Sehingga keputusan hari ini merupakan preseden penting bagi perlindungan pembela HAM ke depan dan makin relevan betapa urgensinya adanya undang-undang tersendiri terkait perlindungan pembela HAM dan terutama pembela HAM perempuan," ucap Anis.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing menyatakan tindakan yang dilakukan Haris dan Fatia tak termasuk pencemaran nama baik. Keduanya dipandang menyampaikan kritik demi kepentingan umum.
"Karena dilakukan demi kepentingan umum dan dilindungi dalam Pasal 310 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," kata Uli dalam keterangan pers pada Selasa (28/11/2023).
Uli menyampaikan Haris dan Fatia memang pembela HAM khususnya di bidang lingkungan hidup. Komnas HAM pun telah menyampaikan Pendapat Tertulis (Amicus Curiae) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, melalui surat dengan Nomor 644/PM.00/AC/V/2023 tertanggal 19 Mei 2023.
"Bahwa tindakan yang dilakukan oleh Saudara Haris Azhar dan Saudari Fatia Maulidiyanty adalah bentuk tindakan memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," ucap Uli.
Semula, Haris Azhar dituntut pidana empat tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 juta subsider enam bulan kurungan. Sedangkan, Fatia Maulidyanti dituntut dengan pidana 3,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 ribu subsider tiga bulan kurungan.
Keduanya dipandang JPU terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pencemaran nama baik sebagaimana yang diatur Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Tapi Majelis hakim menganggap tuntutan kepada Haris dan Fatia tidak memenuhi unsur hukum.
Kasus ini bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris.