Rabu 13 Dec 2023 16:42 WIB

Kontras Nilai Kasus Pelanggaran HAM yang Diungkit Ganjar di Debat tak Sesuai Data

Kontras juga menyayangkan tidak adanya komitmen dari Prabowo menyelesaikan kasus HAM.

Rep: Ronggo Astungkoro, Febryan A/ Red: Andri Saubani
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kanan) menjawab sanggahan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kiri) saat debat perdana Calon Presiden di Halaman gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat capres perdana mengangkat tema Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, kerukunan masyarakat, dan pelayanan publik.  Debat tersebut berlangsung selama 120 menit yang terdiri dari 6 segmen dan 18 pertanyaan yang dipandu oleh moderator Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kanan) menjawab sanggahan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kiri) saat debat perdana Calon Presiden di Halaman gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat capres perdana mengangkat tema Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, kerukunan masyarakat, dan pelayanan publik. Debat tersebut berlangsung selama 120 menit yang terdiri dari 6 segmen dan 18 pertanyaan yang dipandu oleh moderator Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melihat diskursus soal penegakan hukum kasus pelanggaran HAM berat menjadi isu panas di tengah debat calon presiden, utamanya antara Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Tapi, ada sejumlah catatan yang KontraS buat, salah satunya menyayangkan jumlah kasus pelanggaran HAM berat yang disebutkan oleh Ganjar tidak sesuai dengan data yang ada.

“Sangat disayangkan kasus pelanggaran HAM berat yang disebutkan oleh capres nomor urut tiga hanya menyebutkan 12 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diakui oleh Presiden Joko Widodo pada 11 Januari 2023 lalu. Padahal terdapat 17 kasus pelanggaran HAM berat yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM,” ujar Koordinator Badan Pekerja KontraS Dimas Bagus Arya, Rabu (13/12/2023). 

Baca Juga

Pihaknya juga menyayangkan, tidak munculnya keberanian dari capres nomor urut dua, Prabowo Subianto, untuk berkomitmen dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Bahkan, tanggapan Prabowo terkait penuntasan kasus penghilangan aktivis 1997-1998 justru mengafirmasi dirinya diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Hal itu, kata Dimas, dibuktikan dengan adanya dua pola jawaban yang muncul berkaitan dengan pemenuhan jawaban sebelumnya atas keterlibatannya dalam kasus tersebut ke beberapa pihak dan media. Di samping itu, Prabowo juga menyebutkan beberapa korban penculikan aktivis 1997-1998 yang telah dikembalikan saat ini berada dipihaknya. 

“Jawaban tersebut patut disesalkan karena capres nomor urut dua mencampuradukkan hubungan politik personal korban dengan dirinya,” kata Dimas. 

Menurut dia, upaya hukum penuntasan pelanggaran HAM berat sama sekali tidak dapat dihubungkan dengan pilihan politik korban. Alih-alih menjawab dengan mengemukakan strategi yang akan dilakukan untuk menuntaskan kasus, Prabowo justru ‘berlindung’ dibalik dukungan aktivis 98 kepadanya.

Lebih lanjut, para capres juga dinilai nihil komitmen dan strategi konkret dalam agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Padahal, gagasan dari segi strategi maupun metode adalah hal yang paling esensial untuk dijadikan diskursus debat guna menguji tanggung jawab dari masing-masing capres dalam memenuhi hak korban pelanggaran HAM berat.

“Masing-masing calon gagal memunculkan gagasan dan strategi penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu,” jelas Dimas.

Dia menerangkan, nihilnya strategi dan metode dari ketiga para capres terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dalam momentum debat capres sangat disayangkan. Sebab, gagasan dari segi strategi maupun metode dinilai sebagai hal yang paling esensial dan mutlak untuk dijadikan diskursus debat untuk menguji tanggung jawab para capres dalam memenuhi hak korban pelanggaran HAM berat.

“(Memenuhi hak korban pelanggaran HAM beraet) secara komprehensif berkaitan dengan hak atas keadilan, hak atas kebenaran, hak atas pemulihan yang efektif hingga jaminan ketidak berulangan atas kasus pelanggaran HAM berat,” terang dia

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement