REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita puluhan kepingan logam mulia, dan uang ratusan miliar Rupiah (Rp) dari hasil penggeledahan sejumlah tempat dalam pengusutan korupsi di PT Timah. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, barang-barang berharga hasil sitaan tersebut diduga bersumber tindak pidana korupsi komoditas timah di Provinsi Bangka Belitung.
Ketut menerangkan, tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Rabu (6/11/2023) melakukan penggeledahan serempak di sembilan tempat. Enam lokasi penggeledahan dilakukan terhadap enam perusahaan pertambangan timah di Bangka. Yaitu di PT SB, CV VIP, PT SIP, PT TIN, CV BS, dan CV MAL.
Penggeledahan juga dilakukan di tiga rumah tinggal dua orang saksi atas nama A, dan TW di Kota Pangkalpinang, dan di Kabupaten Bangka Tengah, dan di Kabupaten Bangka.
“Dari hasil penggeledahan tersebut, tim penyidik Jampidsus menyita sejumlah barang bukti elektronik, dan berbagai dokumen, serta uang tunai dalam pecahan mata uang asing, dan juga menyita surat-surat berharga lainnya,” kata Ketut di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Ketut menerangkan, yang disita di antaranya berupa 65 keping emas setotal berat 1.062 gram. Adapun penyitaan dalam bentuk rupiah, berupa uang tunai Rp 76,4 miliar. Juga uang asing sebesar 1,54 juta dolar AS, dan 411,4 ribu dolar Singapura.
“Sitaan tersebut, diduga kuat sebagai barang bukti terkait dengan kejahatan dan atau hasil dari kejahatan tindak pidana korupsi,” kata Ketut menerangkan.
Saat ini, kata Ketut, barang bukti sitaan tersebut dalam penguasaan penyidik. Namun dititipkan ke Bank BRI di Pangkalpinang, Bangka untuk sementara selama proses pengusutan hukum korupsi di PT Timah.
Korupsi PT Timah, terkait dengan pengelolaa izin tambang timah di Bangka Belitung. Kasus ini dalam penyidikan di Jampidsus-Kejakgung sejak Kamis (12/10/2023) lalu. Namun sampai saat ini, belum ada penetapan tersangka.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menerangkan, kasus korupsi ini, terkait dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah yang diserahkan kepada pihak swasta sejak 2015-2022.
“Diduga pengalihan IUP-IUP ini dilakukan dengan cara ilegal yang sangat merugikan negara,” kata Kuntadi.
Dari pengelolaan oleh pihak swasta tersebut, menghasilkan timah yang dijual kembali ke PT Timah. “Jadi ini IUP 2015 sampai 2022, yang itu kita yakini sangat besar kerugian negaranya,” kata Kuntadi.
Namun begitu, Kuntadi mengatakan, belum dapat mengestimasi besaran kerugian negara versi penyidikan. Karena dikatakan dia, proses pengusutan kasus ini yang terbilang baru. Pun dikatakan dia, perlu hasil kerja otoritas lain, sepert BPKP yang punya perangkat tim untuk melakukan audit dalam menghitung besaran kerugian negara.