REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRPDN BRIN) mendorong hubungan keuangan pemerintah pusat-daerah agar lebih optimal. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pelaksanaan desentralisasi fiskal masih menyisakan persoalan hubungan keuangan yang belum seimbang antara pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya ketergantungan fiskal daerah.
Hal tersebut disampaikan Kepala OR Tata Kelola, Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN, Agus Eko Nugroho. Menurut dia, dana bagi hasil yang dialokasi ke daerah belum sesuai dengan ekspektasi daerah.
“Sudah seharusnya daerah memperoleh porsi yang proporsional atas ekplorasi sumberdaya alam di daerah mereka,” kata Agus dalam Seminar Nasional bertajuk “Hubungan Keuangan Pusat-Daerah Yang Adil dan Bertanggung Jawab, Hotel Bidakara, Jakarta (5/12/2023).
Agus mengatakan, hasil penelitian Tim Ekonomi BRIN terhadap potensi penerimaan dan pengeluaran daerah dengan studi kasus Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terhadap Pembangunan IKN memberikan dampak hilang potensi Dana Bagi Hasil (DBH) Minerba dan Migas hingga Rp2 triliun per tahun.
“Total kerugian atau hilangnya potensi Penerimaan Daerah Kukar bisa mencapai Rp 5,8 triliun pertahun,” klaim Agus.
Maka dari itu, pihaknya mengusulkan terkait turunnya Penerimaan Daerah akibat hilangnya DBH SDA bisa dikompensasi dengan kenaikan Dana Alokasi Umum (DAU). Kemudian, DBH Minerba dan Migas yang pada akhirnya juga akan hilang akibat berakhirnya ijin operasi. Sehingga adanya IKN perlu dijadikan sebagai akselerasi transformasi perekonomian Kukar.
Di sisi lain, Pemda Kukar perlu melakukan sejumlah upaya untuk mengoptimalkan PAD (Penghasilan Asal Daerah), yakni dengan melakukan efisiensi belanja daerah yang tidak perlu, digitalisasi pengumpulan pajak dan memperbaiki belanja daerah. “Pemda perlu mengoptimalkan kehadiran IKN sebagai mesin penerimaan Kukar,” kata Agus.
Hadir sebagai narasumber yakni Hetifah Sjaifudian (Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Ernest Rakinaung (Analis Kebijakan Ahli Madya Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri), Sandi Firdaus (Direktur Dana Transfer Umum Kemenkeu), Mujibudda'wah (Kepala Biro Keuangan, Barang Milik Negara dan Aset Dalam Penguasaan Otorita IKN), serta Togu Santoso Pardede (Direktur Pembangunan Daerah BAPPENAS).
Kepala PRPDN BRIN Mardyanto W. Tryatmoko mengungkapkan, keberadaan IKN jangan sampai mengurangi potensi pendapatan daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara. Melalui diskusi ini diharapkan menjadi bahan pemikiran bagi seluruh pemangku kebijakan untuk menimbang ulang berbagai kebijakan hubungan keuangan pusat-daerah supaya hubungannya lebih adil dan bertanggung jawab.
“Tentu saja kehilangan pendapatan daerah tersebut akan berdampak juga terhadap upaya Pemkab Kukar meningkatkan pembiayaan Pembangunan daerah mereka, termasuk upaya menekan angka kemiskinan di sana,” ungkap Mardyanto.
Selanjutnya, mewakili Bupati Kukar, Kepala Badan Riset Daerah (BRIDA) Kukar, Maman Setiawan menjelaskan, Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2022, Kukar menjadi daerah mitra yang sebagian wilayahnya masuk ke dalam wilayah IKN. Adapun wilayah yang menjadi bagian dari wilayah IKN terdiri dari enam kecamatan, yaitu Kecamatan Samboja, Kecamatan Samboja Barat, Sebagian Kecamatan Muara Jawa, sebagian Kecamatan Loa Kulu, sebagian Kecamatan Loa Janan, dan sebagian Kecamatan SangaSangan.
Dari enam wilayah tersebut, data terakhir Bappenda Kukar menyebutkan berkurangnya sumber pendapatan daerah Kukar yang berasal dari DBH, yang diperkirakan mencapai 1,985 triliun pertahun.
Menurut Maman, selain dampak ekonomi, kehadiran IKN juga berdampak terhadap aspek politik, sosial, teknologi, lingkungan, dan hukum. Dampak keseluruhan dapat terjadi baik untuk hal yang positif maupun negatif.