Kamis 23 Nov 2023 21:01 WIB

Pengamat Ekonomi Nilai Kritikan Anies Terkait IKN Masuk Akal

Keberadaan IKN membuat ketimpangan baru jika daerah di sekitarnya tidak diikutkan.

Rep: Erik PP/Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Suasana proyek pembangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (30/5/2023).
Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Suasana proyek pembangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (30/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Universitas Trunojoyo Madura, Zakik Basamalah, menilai, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) oleh pemerintah terkesan dipaksakan. Pasalnya pemerintah terlalu memprioritaskan pembangunan IKN di Kalimantan Timur, secara ekstrem tanpa memperhatikan kesiapan, seperti konsep perencanaan hingga anggaran yang dibutuhkan.

"Secara konsep dan niat baik sebenarnya IKN tidak jadi masalah. Tapi persoalannya IKN didorong untuk bisa terwujud secara cepat dengan memaksakan anggaran yang sebenarnya tidak mampu, menurut saya ini yang jadi masalah," kata Zakik kepada wartawan di Jakarta dikutip Kamis (22/11/2023).

Bahkan, menurut Zakik, jika memang tujuan pemerintah membangun IKN sebagai upaya membangun sumber ekonomi baru di wilayah sekitarnya, khususnya Kaltim agar tidak berpusat di Pulau Jawa, tentu hal itu membutuhkan proses, perencanaan, dan periode waktu yang tidak bisa tiba-tiba.

"Karena dalam teori kutub pertumbuhan wilayah, keberadaan sebuah kota baru itu tidak serta merta langsung bisa ramai dan maju, artinya dia butuh proses jangka waktu yang tertentu untuk bisa menghasilkan multiplier effect terhadap wilayah-wilayah di sekitarnya," ucap Zakik.

Dia pun menilai, kritikan calon presiden (capres) Koalisi Perubahan Anies Rasyid Baswedan terhadap keberadaan IKN cukup masuk akal. Hal itu lantaran keberadaan IKN dapat membuat ketimpangan baru jika daerah di sekitarnya tidak diikutsertakan dalam pembangunan yang terintegrasi.

Pasalnya, jika dilihat secara konsep yang baik maka pembangunan sebuah kota baru seharusnya bertahap dan berkembang. Menurut Zakik, tidak bisa sebuah kota dibangun secara dipaksakan.

"Konsep pembangunan kota dan pemerataan itu dibangun dari wilayah kecil kemudian dikembangkan menjadi wilayah menengah, lalu menjadi besar. Butuh waktu, proses pengembangan dan sirkulasi sosial ekonominya juga sudah terbentuk," ucap Zakik.

Dia pun mencontohkan pembangunan berbagai kota di Indonesia maupun belahan dunia lainnya. Jakarta dan Surabaya, misalnya, sejarah pembangunan dua kota terbesar di Indonesia tersebut tidak berlangsung secara tiba-tiba, melainkan berproses panjang. 

"Ada tahapan yang secara normal dan by process dilalui. Pembangunan suatu kota juga tidak dapat dipisahkan begitu saja dari pembangunan di daerah-daerah sekitarnya, sehingga koneksitasnya terbangun baik, saling mendukung dan saling melengkapi. Hal-hal inilah yang mestinya diperhatikan oleh pemerintah jika ingin pemerataan pembangunan terjadi di Indonesia," kata Zakik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement