Selasa 14 Nov 2023 16:22 WIB

YLKI: Merokok di Lingkungan Rumah Termasuk Perilaku KDRT

Data Susenas 2021 mencatat, konsumsi rokok tiga kali lipat daripada belanja protein.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Stiker larangan merokok terpasang di rumah warga di Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu (12/11/2022).
Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Stiker larangan merokok terpasang di rumah warga di Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu (12/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyampaikan, kegiatan merokok di lingkungan rumah merupakan perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal itu karena penghuni rumah 'dipaksa' menghirup bau rokok.

 

"Kalau suami, istri, atau anak merokok di rumah, artinya minimal dia telah melakukan dua tindakan kekerasan dalam rumah tangga," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam diskusi soal Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta, Selasa (14/11/2023).

 

Tulus menjelaskan, bentuk KDRT yang dilakukan adalah menyebabkan seluruh penghuni rumah berisiko mengidap penyakit yang dipicu oleh rokok. "Maka bapak dan ibu wajib menegur keras, laporkan ke pihak berwajib kalau perlu," ujarnya.

Menurut Tulus, perilaku KDRT selanjutnya adalah kekerasan dalam hal ekonomi. PAsalnya, uang yang seharusnya dapat digunakan untuk membeli panganan yang bergizi bagi anak, beralih untuk dikonsumsi menjadi rokok oleh sang ayah, yang membawa risiko penyakit.

 

"Beli rokok seenaknya sendiri, anak gak dibeliin telur. Akibatnya stunting di DKI Jakarta tinggi. Masa kota kelas internasional masih ada stunting," ucap Tulus.

Untuk itu, Tulus mengimbau kepada masyarakat untuk tidak merokok dan mengalihkan dana belanja rokok menjadi belanja lauk pauk yang bergizi. Selain itu, YLKI juga mendorong berbagai upaya pemerintah dalam membatasi penjualan dan penggunaan rokok di masyarakat.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2021 melaporkan pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk belanja protein. Fakta itu tentu sangat miris.

 

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Endang Sumiwi pun mengajak kaum pria, khususnya para bapak, untuk berkontribusi pada program penurunan angka stunting. Salah satu caranya dengan mengalihkan belanja rokok kepada kebutuhan protein untuk pertumbuhan anak.

 

"Ini fokus kami, karena angka stunting di Indonesia masih relatif tinggi menurut kategori WHO maksimal 20 persen populasi. Indonesia masih 21 persen, kalau 30 persen balita berpotensi terpapar rokok di rumah tangga, ini jadi salah satu hambatan dalam menurunkan stunting," ucap Maria.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement