Rabu 08 Nov 2023 23:51 WIB

Konten Sakiti Diri Sendiri Marak di Tiktok, KPAI: Ganggu Kejiwaan Anak

KPAI dorong orang tua untuk lebih mengawasi anak-anaknya.

Rep: Ronggo Astungkoro / Red: Nashih Nashrullah
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, dorong orang tua untuk lebih mengawasi anak-anaknya
Foto: Dok Republika.co.id
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, dorong orang tua untuk lebih mengawasi anak-anaknya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, mengungkapkan ancaman yang mengintai generasi penerus bangsa, yakni konten selfharm atau menyakiti diri sendiri. Di mana, tren konten-konten itu beredar di media sosial Tiktok. Fenomena itu dia sebut dapat mengganggu kejiwaan anak.

“Meski Tiktok sudah mendaftar PSE, tapi yang memang sulit dikontrol adalah hal-hal yang dianggap di luar yang diatur, tetapi menganggu tumbuh kembang anak. Seperti fenomena selfharm tidak termasuk wilayah hukum,” ujar Jasra saat dihubungi, Selasa (7/11/2023).

Baca Juga

Jasra mengatakan, ajakan-ajakan buruk di media sosial seperti itu yang seringkali sulit untuk diberantas. Berbeda dengan kekerasan pada transaksi elektronik yang bersifat terlihat, seperti fisik dan barang, hal-hal yang merusak kejiwaan masih sulit untuk diproses. Padahal, yang kerap menjadi korban adalah anak.

“Tetapi khusus anak yang berdampak pada persoalan kejiwaan, seperti anak mengikuti selfharm, siapa yang paling bertanggung jawab melakukan pembatasan kepada para pelaku yang mengajaknya? Atau lebih jauh lagi, siapa yang mampu menyentuh mereka untuk proses hukum?” kata dia.

Menurut dia, kejahatan melalui media sosial atau platform digital merupakan pekerjaan yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Dia memberikan contoh kasus ketika anak didekati dengan cara apapun di media sosial untuk kemudian diminta untuk melakukan sesuatu secara tidak baik, seperti mengajak melakukan selfharm, sementara pelaku tidak berada di negara yang sama.

Dia juga melihat, saat ini belum ada pembahasan sampai di tingkat teknis hingga pada tingkat penindakan terkait dengan perlindungan anak di platform digital. Kalaupun ada, kata dia, keberpihakannya masih sangat lemah. Itulah yang dia nilai membuat fenomena selfharm pada anak terjadi secara berulang.

“Sehingga kita melihat fenomena selfharm pada anak melalui ajakan media sosial, adalah fenomena berulang, pelakunya sangat jauh dari sanksi hukum,” kata dia.

Baca juga: 10 Peluang Pintu Langit Terbuka Lebar, Doa yang Dipanjatkan Insya Allah Dikabulkan  

Sebelumnya, sebanyak 11 murid sekolah dasar (SD) di Situbondo, Jawa Timur, nekat melukai tangan sendiri menggunakan alat kesehatan jenis GDA stick yang dijual oleh seorang pedagang keliling di sekitar sekolah. Belasan anak yang melukai tangannya sendiri itu ternyata mengikuti tren di media sosial TikTok.

Kejadian tersebut terungkap saat guru di sekolah tersebut menemukan lengan salah seorang murid yang dipenuhi luka goresan yang tidak wajar. Saat ditanya oleh guru, murid tersebut mengaku hanya mengikuti tren TikTok barcode Korea.

Selain tren selfharm, media sosial Tiktok juga sempat diramaikan dengan fenomena roleplaying game. Ketika itu viral sebuah video ayah memarahi anak perempuannya yang bermain role-playing game atau disingkat RP viral di Tiktok. Anak itu melakukan RP dengan orang yang tidak dikenal di media sosial tersebut.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement