REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat (Ririe) mengingatkan pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan dampak krisis global terkait perang Rusia-Ukrania dan konflik Palestina-Israel. Menurut Ririe, pemerintah perlu memperkuat ketahanan ekonomi dengan mempertahankan keunggulan sumber daya manusia.
Tujuannya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi menghadapi tantangan global di tengah konflik Palestina-Israel maupun Rusia-Ukraina. "Kita tidak bisa menutup mata terhadap kondisi krisis global terkait ketegangan di Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina yang berpotensi berdampak terhadap Indonesia," kata Ririe dalam keterangan, Rabu (8/11/2023).
Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini menambahkan, dampak krisis global dan perubahan iklim yang terus berlanjut harus diantisipasi. Yakni dengan sejumlah kebijakan yang menunjang ketahanan ekonomi dalam negeri.
Meskipun saat ini, di tengah prediksi melambatnya perekonomian global, perubahan iklim, dan menurunnya harga komoditas ekspor unggulan, perekonomian Indonesia berdasarkan catatan BPS tumbuh 4,94 persen (yoy). Rerie mengatakan, optimisme itu harus diimbangi dengan kewaspadaan.
Apalagi, ujar dia, terjadi kenaikan suku bunga, kenaikan harga minyak, pelemahan nilai rupiah dan penurunan devisa dalam sebulan terakhir.
"Bagaimana kita memperkuat sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang kita miliki sebagai persiapan menghadapi tantangan tersebut," tegas Ririe.
Anggota Komisi XI DPR, Fauzi H Amro mengungkapkan berdasarkan indikator ekonomi yang ada saat ini Indonesia belum masuk pada resesi. Sebab, karena pertumbuhan ekonomi masih sesuai dengan asumsi makro. Fauzi mengatakan, saat ini ada tanda-tanda kenaikan harga minyak mentah dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah, di tengah pertumbuhan ekonomi yang cukup baik.
Fauzi berharap dalam 1,5 bulan terakhir ini, meski ada dampak global, Indonesia mampu menghadapi dampak gejolak perekonomian global yang berpotensi menimbulkan resesi. Dalam upaya mencegah resesi, menurut Fauzi, pemerintah perlu memperkuat ketahanan perekonomian nasional, yang salah satunya dengan menghindari potensi konflik di tahun politik.
Founder dan Ekonom CORE Indonesia, Hendri Saparini menilai kekhawatiran resesi di dalam negeri karena perekonomian negara partner dagang Indonesia pertumbuhan ekonominya melambat merupakan hal yang wajar. Namun, jelas Hendri, secara teknis kondisi inflasi membaik, meski belum mencapai level sebelum pandemi.
Dia mengakui, hingga saat ini Indonesia belum memiliki kebijakan moneter yang efektif mencegah aliran dana keluar ke negeri. Nilai tukar rupiah, tambah Hendri, tertekan selama dibayangi kekhawatiran kenaikan suku bunga The Fed. Meski diakuinya cadangan devisa Indonesia masih cukup kuat untuk menopang gejolak nilai tukar rupiah.
Di sisi lain, ungkap dia, nilai ekspor Indonesia juga melambat karena negara tujuan ekspor Amerika Serikat dan China saat ini mengedepankan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas lewat ekonomi hijaunya. Bila kondisi tersebut tidak segera disikapi dengan tepat, akan menimbulkan masalah serius di sektor manufaktur.