REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe) mengatakan Bulan Kesadaran Kanker Payudara hendaknya menjadi momentum untuk mengingatkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam menangani kanker payudara. Ia mengatakan, kebijakan kesehatan nasional belum mampu menjawab permasalahan yang dihadapi para penderita kanker payudara di Indonesia.
Sejumlah upaya harus segera dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu. "Mengajak semua pihak, mengingatkan kembali bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang berhubungan dengan bagaimana menangani kanker payudara," kata Rerie, dalam acara Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk "Pekerjaan Rumah dalam Memperingati Bulan Kesadaran Kanker Payudara", Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Rerie menjelaskan sejumlah permasalahan dalam penanganan kanker payudara diantaranya masalah promosi kesehatan dan sosialisasi upaya deteksi dini. "Bagaimana kemudian kita mendekatkan gap antara apa yang seharusnya dilakukan ketika berhadapan dengan kasus-kasus yang dihadapi oleh penderita kanker payudara," kata Rerie.
Kemudian masalah ketersediaan pengobatan standar. Pihaknya pun mencatat baru 45 persen puskesmas yang mampu melakukan deteksi dini terhadap kanker payudara. Selain itu, cakupan layanan paliatif juga baru satu persen.
"Beberapa masalah yang sampai hari ini masih belum bisa kita selesaikan bersama-sama," kata Rerie.
Menurut Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini mengatakan, kendala yang juga masih dihadapi para penderita kanker payudara antara lain sulitnya mengakses pengobatan yang standar maupun lanjutan. Demikian juga, pengobatan paleatif dan ketersediaan obat untuk kanker HER 2 positif yang belum banyak tersedia. Sehingga penderita harus terus berjuang untuk mendapatkan terapi yang tepat.
Legislator dari Dapil II Jawa Tengah ini mendorong agar masa tunggu pasien saat terdiagnosa kanker hingga mendapat tindakan, semakin pendek. "Berbagai upaya sosialisasi sudah cukup gencar dilakukan, tetapi ternyata kendala yang dihadapi penderita kanker payudara untuk mengakses layanan kesehatan masih saja terjadi," kata Ririe.
Permasalahan lainnya, adalah 70 persen penderita datang ke rumah sakit pada kondisi stadium sudah lanjut serta waktu tunggu yang panjang bagi penderita kanker payudara untuk mendapatkan terapi yang memadai, ujarnya.
Rerie menambahkan bahwa hingga saat ini, masih terdapat penderita kanker payudara yang masih harus berjuang untuk mendapatkan terapi yang dia butuhkan. "Memang ada kebijakan yang belum memberikan dukungan sepenuhnya bagi para penderita untuk mendapatkan pengobatan tersebut," katanya.
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, Lily Kresnowati mengaku proporsi biaya penyakit berdampak katastropik seperti kanker payudara pada 2022 meningkat berkisar 21,5 hingga 28,4 persen dari total pelayanan kesehatan rujukan. Diakui Lily, BPJS Kesehatan juga bisa dimanfaatkan untuk skrining kanker, seperti kanker serviks dan kanker payudara yang bisa dilakukan satu tahun sekali.