Senin 16 Oct 2023 17:04 WIB

Antisipasi Krisis Air, Indonesia Butuh 300 Bendungan Baru

Kekeringan berdampak pada ketahanan pangan.

Warga memancing di Bendungan Jenggik yang debit airnya berkurang di Kecamatan Terara, Selong, Lombok Timur, NTB, Rabu (23/8/2023). Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) NTB mengeluarkan peringatan dini terkait kekeringan meteorologi di sejumlah wilayah NTB dan masyarakat diimbau agar dapat menggunakan air secara bijak, efektif dan efisien.
Foto: AntaraAhmad Subaidi
Warga memancing di Bendungan Jenggik yang debit airnya berkurang di Kecamatan Terara, Selong, Lombok Timur, NTB, Rabu (23/8/2023). Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) NTB mengeluarkan peringatan dini terkait kekeringan meteorologi di sejumlah wilayah NTB dan masyarakat diimbau agar dapat menggunakan air secara bijak, efektif dan efisien.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melaporkan Indonesia membutuhkan sebanyak 300 bendungan baru untuk mengantisipasi bencana alam seperti krisis air dampak perubahan iklim.

"Jumlah bendungan ini sudah berdasarkan perhitungan batas aman untuk menghadapi krisis air di dalam negeri yang sedang berlangsung saat ini," kata Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja di Jakarta, Senin (16/10/2023).

Baca Juga

Endra mengatakan, dalam 10 tahun terakhir Kementerian PUPR telah membangun sebanyak 60 bendungan untuk mencapai 100 persen ketahanan air. Namun, berdasarkan kajian tim ahli Kementerian PUPR di lapangan, jumlah tersebut masih jauh dari cukup sehingga menilai perlu membangun setidaknya sebanyak 300 bendungan baru.

Pernyataan tersebut disampaikan Endra dalam diskusi daring Forum Merdeka 9 Kementerian Komunikasi dan Informatika yang bertajuk “Kolaborasi Global Antisipasi Krisis Air Dampak Perubahan Iklim”. Menurutnya, perubahan iklim dan aktifnya fenomena badai El-Nino di samudera pasifik menyebabkan sebagian besar wilayah di Indonesia saat ini mengalami kekeringan yang lebih panjang dan ekstrem.

Hal ini tentu pula berdampak pada ketahanan pangan yang perlu diantisipasi karena jangan sampai petani kehilangan momentum menanam padi, jagung, dan tanaman pangan lainnya. Oleh sebab itu, Endra menyebutkan, rencana pembangunan bendungan telah masuk dalam rencana strategis yang dicanangkan oleh Kementerian PUPR sebagai bentuk mitigasi atas kondisi krisis iklim.

"Semakin banyak bendungan yang dimiliki, semakin baik kemampuan negara untuk menyimpan air dan menggunakannya untuk menyiram lahan pertanian pada musim kemarau,” kata dia.

Penyelesaian pembangunan beberapa bendungan vital akan dipercepat mengingat durasi musim kering tanpa air Indonesia yang sangat panjang dan belum pernah terjadi pada periode sebelumnya.

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran senilai Rp 21,5 triliun untuk menyelesaikan proyek pembangunan 15 unit bendungan vital pada 2024 yang masuk dalam program strategis nasional (PSN). Alokasi anggaran proyek pembangunan PSN bendungan mengalami kenaikan hingga 54 persen jika di bandingkan dengan anggaran 2023 sebesar Rp 13,9 triliun.

Ke-15 proyek bendungan tersebut yaitu Tiga Dihaji (OKU, Sumatera Selatan), Keureutoe Paya-Rukoh-Pengarah Rukoh (Aceh), Leuwikeris (Jawa Barat), dan Jlantah Karanganyar-Jragung (Jawa Tengah).

Kemudian, Sidan (Bali), Meninting (Lombok Nusa Tenggara Barat), Manikin (Kupang, Nusa Tenggara Timur), Bendungan Marang Kayu (Samarinda, Kalimantan Timur), Bulango Ulu (Gorontalo), Budong- budong (Mamuju, Sulawesi Barat), dan Way Apu (Maluku).

Masing-masih wilayah tersebut merupakan sentra penghasil pangan nasional untuk komoditas padi dan tanaman hortikultura lainnya. Maka dari itu, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Bob A Lombagia mengatakan PSN bendungan penting untuk segera diselesaikan pembangunannya sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan cadangan air baku, dan mitigasi bencana kekeringan di masing-masing wilayah yang makin mendesak belakangan ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement