Kamis 05 Oct 2023 22:52 WIB

BRIN: Mangrove Bisa Mitigasi dan Adaptasi Dampak El Nino

Pohon mangrove dapat menyimpan karbon sebanyak 1.023 mega gram per hektare.

Foto udara tambak udang vaname intensif di sekitar area hutan mangrove tepi pantai Desa Kemujan, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Senin (18/9/2023). Menurut data yang dihimpun komunitas pegiat lingkungan Lingkar Juang Karimunjawa sebanyak 33 titik tambak udang intensif tak berizin di wilayah Karimunjawa telah merusak ekosistem lingkungan hidup, mengganggu sektor ekonomi masyarakat nelayan, petani rumput laut serta pariwisata akibat pencemaran sisa limbah dan deforestasi.
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Foto udara tambak udang vaname intensif di sekitar area hutan mangrove tepi pantai Desa Kemujan, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Senin (18/9/2023). Menurut data yang dihimpun komunitas pegiat lingkungan Lingkar Juang Karimunjawa sebanyak 33 titik tambak udang intensif tak berizin di wilayah Karimunjawa telah merusak ekosistem lingkungan hidup, mengganggu sektor ekonomi masyarakat nelayan, petani rumput laut serta pariwisata akibat pencemaran sisa limbah dan deforestasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan pohon mangrove atau bakau berpotensi untuk dapat memitigasi, serta adaptasi terhadap dampak buruk fenomena El Nino.

"Kalau untuk mencegah secara langsung itu sulit, namun bisa untuk mitigasi dan adaptasi. Misalnya supaya tidak terlalu panas," ujar Peneliti Ahli Utama Bidang Riset Ekologi dan Restorasi Ekosistem Mangrove BRIN Suyadi kepada ANTARA di Jakarta, Kamis (5/10/2023).

Menurutnya, hal tersebut dikarenakan pohon mangrove dapat menyuplai oksigen (O2), serta menyerap karbon dioksida (CO2) yang cukup tinggi, sehingga pada akhirnya menyimpan karbon di bagian vegetasi dan soil.

Ia menyampaikan, dari penelitian yang sudah ada, pohon mangrove dapat menyimpan karbon sebanyak 1.023 mega gram per hektare.

"Kalau menurut penelitian Donato, mangrove dapat menyimpan 1.023 mega gram karbon per hektare," ujarnya.

Suyadi merujuk pada penelitian Daniel C. Donato yang menganalisa jumlah kandungan karbon yang ada dalam pohon mangrove dan dipublikasikan pada 2011.

Selain itu ia menyampaikan, mangrove berbeda dari tumbuhan darat. Ia berargumen meski cuaca panas menerjang, pohon mangrove tidak akan mudah terbakar, hal ini dikarenakan pohon tersebut tetap terkena pasang surut air laut.

"Mangrove ini berbeda dengan tumbuhan darat, seperti (lahan) gambut, ketika El Nino itu sangat rawan terbakar," kata Suyadi.

Di sisi lain ia mengatakan, merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021, luas hutan mangrove di Indonesia , yakni 3.364.080 hektare. Jumlah tersebut setara dengan 23 persen ekosistem mangrove dunia dari total 16.530.000 hektare.

Adapun menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, dampak buruk dari fenomena El Nino yakni kekeringan ekstrem, kenaikan suhu cuaca, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta potensi gagal panen.

Selain itu, berdasarkan prediksi BMKG, Indonesia mengalami puncak dampak fenomena El Nino pada bulan Agustus--September. Selanjutnya dampak tersebut berangsur turun dan berakhir pada Februari--Maret 2024.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement