REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) beserta peneliti asing meminta agar penelitian di situs Liang Bua harus terus dilanjutkan. Liang Bua adalah situs ditemukannya fosil Homo floresiensis yang menggemparkan dunia. Penemuan itu terjadi pada 20 tahun lalu. Tahun ini, BRIN menggelar serangkaian acara untuk memeringati temuan yang kerap disebut sebagai ‘hobbit’ asal Flores itu. Karena tinggi manusia kerdil asal Flores itu hanya sekitar 106 cm.
Demikian benang merah diskusi bertajuk ‘Commemoration of the 20th Anniversary of Homo floresiensis Discovery’. Diskusi daring ini digelar tiga hari sejak awal pekan. Menghadirkan para arkeolog lokal dan luar negeri membahas perkembangan terkini dari situs Liang Bua, Homo floresiensis, lingkungan purba dan lain sebagainya. BRIN juga untuk pertama kalinya akan memamerkan pada pers sang ‘hobbit’ Flores itu.
Peneliti dari Macquarie University Australia, Kira Westaway, dan Yousuke Kaifu dari National Museum of Nature and Science, Tokyo, Jepang, menyuarakan soal pentingnya penelitian lanjutan di Liang Bua dan Homo floresiensis dalam paparannya, Selasa (3/10/2023). Kira membawakan makalah terkait stratigrafi atau lapisan lapisan tanah di situs Liang Bua. Sementara Yousuke dengan perinci membahas perbandingan tengkorak Homo floresiensis dengan manusia purba lainnya.
Pandangan serupa juga disampaikan arkeolog lokal yang juga penemu sang ‘hobbit’ Flores yakni E Wahyo Saptomo. Dalam paparannya, Senin kemarin, ia menegaskan, penelitian di Liang Bua belum tuntas. “Masih perlu dilanjutkan.”
Menurut Wahyu, ada beberapa fokus penelitian yang perlu ditekankan. Untuk penelitian lingkungan harus ditambah. “Khususnya untuk polen (benih) tanaman masih sangat minim,” kata dia. Studi benih purba amat penting dilakukan untuk mengetahui seperti apa lingkungan sekitar di saat ‘hobbit’ Flores itu hidup.
Selain itu, untuk melengkapi juga Wahyu mendorong agar penelitian di wilayah sekitar digalakkan. Ia mengusulkan untuk meneliti di daerah Manggarai Utara dan Manggarai Barat sebagai daerah potensial untuk ditemukan situs pembanding. Bukan tidak mungkin temuan fosil serupa bisa muncul di situs lainnya.
Dia juga mendorong agar pemerintah daerah menepati janji untuk membangun sebuah museum di Liang Bua. Menurut dia, pemda sudah memiliki proposal pembangunan museum, begitu juga sudah melakukan studi banding. Museum Liang Bua penting agar temuannya bermanfaat bagi masyarakat umum.
Wayan Suantika, kepala Balai Arkeologi Denpasar menambahkan, Liang Bua memiliki potensi yang sangat besar dalam kajian manusia purba. Tidak hanya lokal tapi juga internasional. Balar Denpasar sebagai penanggungjawab penelitian di Liang. “Liang Bua jadi situs yang sangat penting. Di masa yang akan datang harus diteliti lebih lanjut,” kata Suantika.
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN Dr Herry Jogaswara dalam sambutannya kemarin mengatakan, riset semacam Liang Bua tidak hanya perlu dilanjutkan, tetapi juga harus bekerja sama dengan lembaga lain dari dalam dan luar negeri. Kolaborasi riset bersama peneliti asing kata dia harus lebih ditingkatkan ke depannya.