REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei LSI Denny JA pada September menunjukkan elektabilitas Anies turun usai deklarasikan Muhaimin sebagai cawapres. Namun, peneliti LSI, Adjie Alfaraby menilai, Anies tetap berpotensi menjadi kuda hitam.
Ia mengatakan, manuver Koalisi Perubahan yang penuh kejutan dengan pasangan Anies-Muhaimin ternyata menurunkan elektabilitas Anies. Hal itu disebabkan kritik keras SBY yang merasa dikhianati oleh Anies Baswedan.
Apalagi, kritik SBY disiarkan masif dan cukup berpengaruh pada turunnya elektabilitas Anies Baswedan. Di sisi lain, Prabowo masih unggul meraih dukungan baik untuk pertarungan tiga capres maupun head to head Ganjar.
Survei turut menunjukkan pasangan Anies-Muhaimin masih di rangking tiga. Selisih dua digit dibanding Ganjar dipasangkan Sandi atau Mahfud ataupun Prabowo jika dipasangkan Erick, Gibran, Airlangga maupun Khofifah.
Meski begitu, ia mengingatkan, kondisi serupa pernah terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2017. Adjie menekankan, saat itu Anies Baswedan selalu ada di buncit, tapi mesin politiknya kemudian memanas di babak akhir, bahkan menang.
"Anies masih tetap potensial melaju sebagai kuda hitam," kata Adjie, Senin (2/10).
Terkait dinamika menuju Pilpres 2024, ia merasa bursa cawapres semakin memanas dengan masuknya nama Khofifah Indar Parawansa dan Mahfud MD. Terutama, untuk poros Ganjar Pranowo maupun poros Prabowo Subianto.
Meski begitu, Adjie menekankan, sampai September 2024 pasangan Prabowo masih tetap capres dengan elektabilitas tertinggi, siapa pun cawapresnya. Prabowo meraih dukungan paling tinggi jika dipasangkan Erick Thohir.
Ia mengingatkan, pendaftaran capres-cawapres akan dimulai 19-25 Oktober 2023. Karenanya, untuk Oktober 2023 akan dipenuhi kepastian mengingat tahapan menuju Pilpres 2024 sudah akan mendekati tahapan-tahapan akhir.
"Jika September lalu penuh kejutan, maka Oktober ini penuh kepastian," kata Adjie.