REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan pencabutan pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Senin (2/10/2023). Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 100/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumbanbatu.
"Mengabulkan penarikan kembali permohonan pemohon," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan pada Senin (2/10/2023).
Anwar menjelaskan, MK sudah menyelenggarakan sidang pemeriksaan pendahuluan dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan. Namun, sebelum sidang berlangsung, para pemohon menyampaikan surat permohonan pencabutan perkara bertanggal 25 September 2023.
"Kemudian majelis panel mengklarifikasi perihal penarikan itu. Para pemohon membenarkan ikhwal penarikan permohonannya," ujar Anwar.
Selanjutnya, Anwar menyebut rapat permusyawaratan hakim MK pada 26 September 2023 berkesimpulan pencabutan permohonan itu telah beralasan menurut hukum. "Dan para pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo," ujar Anwar.
Sebelumnya, batas minimal usia pencalonan presiden dan wakil presiden yang termuat pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), kembali diuji di MK. Sidang perdana untuk perkara Nomor 100/PUU-XXI/2023 ini digelar pada Rabu (13/9/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
Pasal 169 huruf q UU Pemilu menyatakan persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 tahun.
Dalam petitum para pemohon meminta MK menyatakan frasa “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun”.