REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kepegawaian Negara (BKN) menjelaskan alasan pemerintah melarang aparatur sipil negara (ASN) membuat ungghan, komen, share, like, bergabung/follow dalam grup/akun pemenangan untuk Pemilu 2024. Hal itu mencakup untuk calon presiden (capres) maupun calon dewan, gubernur, wali kota, dan bupati.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama BKN, Nur Hasan mengatakan, berkaitan dengan profesinya, ASN memiliki kewajiban untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial (mesdos). Termasuk juga tentang menyampaikan pandangan politiknya di ranah publik.
Hal ini sesuai asas, prinsip, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku kebijakan dan manajemen ASN yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Manajemen ASN. "ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun," ujar Nur Hasan di Jakarta, Senin (25/9/2023).
Nur Hasan mengatakan, jika ASN memberikan pandangan politik secara praktis atau langsung, akan berpengaruh terhadap sikap profesionalismenya. Sementara, posisi ASN adalah sebagai penyelenggara kebijakan publik. Untuk itu, UU ASN mengamanatkan mereka harus bebas dari pengaruh dan intervensi dari golongan atau partai politik.
"ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun," ujarnya. Nur Hasan menambahkan, terdapat sanksi bagi ASN yang melanggar ketentuan. Hal itu tertuang di Pasal 87 ayat 4 huruf c yakni PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena: menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Hal itu dipertegas dalam turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, yang mengatur PNS menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri secara tertulis. Dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), juga ada larangan memberikan dukungan kepada para capres dan ikut kampanye.
PNS dilarang kampanye...