Sabtu 23 Sep 2023 23:33 WIB

Wacana Dua Poros di Pilpres 2024 Hanya Mukjizat Politik

Dua poros Pilpres 2024 hanyalah wacana.

Ilustrasi pemilu pemilihan presiden.
Foto: ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra
Ilustrasi pemilu pemilihan presiden.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat politik yang juga pengajar ilmu komunikasi politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan wacana dua poros di Pilpres 2024 hanya akan terjadi jika ada mujizat politik.

"Tentang peluang terjadinya dua poros, menurut saya sangat sulit. Apakah mungkin, PDIP mau menurunkan posisi mereka untuk Ganjar menjadi Cawapres Prabowo?. Secara psikologis, jika itu dilakukan maka PDIP bisa runtuh seketika sebagai partai besar. Ini bukan soal Ganjar, atau Megawati atau Puan, tapi ini soal kehormatan, nama besar dan posisi PDIP," kata Mikhael Bataona di Kupang, Minggu.

Baca Juga

Menurut dia, ketika PDIP menarik Ganjar Pranowo dari penugasan sebagai Capres maka efek dominonya akan langsung menghentak organisasi PDIP hingga ke ranting di desa-desa.

"Jadi, perjudian dalam politik yang kelihatan masih cair ini memang mungkin, tetapi politik juga tentang prinsip-prinsip dasar atau nilai-nilai dasar, pegangan moral, dan marwah organisasi yang tidak bisa dinegosiasikan," katanya.

Soal Capres ini bukan hanya soal siapa calonnya dan elektabilitasnya berapa, tapi ini soal prinsip moral yang dipegang sebuah partai besar seperti PDIP dan Gerindra.

Menurut dia, dua poros hanya mungkin terjadi ketika PDIP tidak mencapreskan Ganjar atau Gerindra juga tidak mencapreskan Prabowo. Lalu dua sosok ini diduetkan.

Sejak PDIP mencapreskan Ganjar tanpa dikonsultasikan dengan Jokowi, situasinya sudah berubah. Meski Jokowi diberitahu tapi terlambat. Karena apabila Jokowi diberitahu, tentu masih bisa ada opsi-opsi untuk menduetkan Ganjar dan Prabowo. Jokowi bisa saja melobi Prabowo saat itu untuk menjadi cawapres tapi itu tidak terjadi.

Sehingga Prabowo terus bertarung hingga kini. Dengan demikian maka riil politik nasional saat ini adalah Prabowo adalah calon presiden yang sudah dideklrasikan. Demikian juga Anies, selain Ganjar.

Sehingga tiga poros ini akan sulit disatukan. Kecuali jika Prabowo mau menjadi wakilnya Ganjar. Itu mungkin terjadi apabila ada mijizat politik.

Padahal saat ini Prabowo sudah sangat kencang dan makin mantap mendapat dukungan dari partai-partai besar sebagai Capres. Inilah persoalannya. Akan sulit bagi Prabowo untuk mundur sebagai capres supaya hanya ada dua poros yaitu Ganjar-Prabowo melawan Anies-Muhaimin.

"Bagi saya, sejauh ini, opsi ini sangat tidak mungkin. Hanya mungkin jika ke depan ini ada mujizat politik. Jika tidak maka akan sulit karena Prabowo juga tidak akan mungkin menjadi calon wakil presiden setelah banyak partai mendeklarasikan dukungan untuk dirinya," katanya.

Jika itu dilakukan Gerindra maka Prabowo akan selesai sebagai seorang politisi top dengan nama besar. Prabowo akan berakhir di titik ini meskipun duetnya bersama Ganjar menang dalam Pilpres karena ketika dirinya turun menjadi Cawapres, nilai jualnya juga akan turun dan tidak bisa lagi dijual sebagai capres ke depan.

Demikian juga partai Gerindra, akan langsung drop secara elektabilitas jika Prabowo urung menjadi Capres.

Inilah pagar api yang sudah mengunci, baik PDIP maupun Geridra sehingga meskipun Megawati dan Prabowo bertemu pun akan sulit karena sekali lagi ini bukan soal prinsip politik Megawati yang darah dingin dan kokoh secara prinsip saja, tapi ini juga soal kehormatan PDIP sebagai partai pemenang.

Efek dominonya akan sangat merusak hingga ke tingkat ranting jika opsi Ganjar sebagai Cawapres itu diambil PDIP, kata Mikhael Bataona.

Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement