Selasa 19 Sep 2023 21:53 WIB

KPU Siapkan Revisi PKPU Kuota Caleg Perempuan

Revisi PKPU 10/2023 mematuhi putusan Mahkamah Agung.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Memasuki tahun politik, spanduk dan baliho caleg dan capres saat ini marak dipasang di hampir setiap sudut dan persimpangan Kota Bandung, seperti di persimpangan Jalan LRE Martadinata, Kamis (14/9/2023). Pemasangan spanduk dan baliho disembarang tempat, apalagi tak berizin tentunya hal yang ilegal dan mengganggu keindahan kota.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Memasuki tahun politik, spanduk dan baliho caleg dan capres saat ini marak dipasang di hampir setiap sudut dan persimpangan Kota Bandung, seperti di persimpangan Jalan LRE Martadinata, Kamis (14/9/2023). Pemasangan spanduk dan baliho disembarang tempat, apalagi tak berizin tentunya hal yang ilegal dan mengganggu keindahan kota.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tengah menyiapkan rencangan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD, khususnya pasal terkait cara penghitungan kuota 30 persen bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan. Hal itu dilakukan usai Mahkamah Agung memutuskan bahwa pasal terkait penghitungan kuota caleg perempuan dengan pembulatan ke bawah bertentangan dengan UU Pemilu. 

"Kami sedang mengkaji, sedang kami siapkan draf perubahan PKPU 10/2023 berdasarkan putusan Mahkamah Agung," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kepada wartawan di Jakarta, dikutip Selasa (19/9/2023). 

Baca Juga

Ketika ditanya apakah revisi terhadap pasal terkait cara penghitungan kuota caleg perempuan itu akan mempengaruhi nama-nama bakal caleg yang sudah kadung ditetapkan dalam Daftar Calon Sementara (DSC), Hasyim belum bisa memberikan jawaban pasti. "Kita ikuti dulu (revisi) sesusai keputusan Mahkamah Agung," ujarnya. 

Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai KPU lamban dalam merevisi PKPU 10/2023. MA diketahui memutuskan gugatan yang diajukan Perludem itu pada 29 Agustus 2023, atau 20 hari lalu. 

"KPU sangat lambat berskiap dan merespon putusan MA," kata Fadli kepada wartawan. 

Menurut Fadli, lambatnya proses revisi akan membuat partai politik peserta Pemilu 2024 sulit mengganti bakal caleg di daerah pemilihan (dapil) yang belum memenuhi kuota 30 persen perempuan. Pasalnya, kini tersisa waktu sekitar 40 hari sebelum KPU menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR dan DPRD. 

Fadli menyebut, apabila partai politik tidak mengubah daftar bakal caleg-nya untuk memenuhi kuota 30 persen perempuan, maka daftar calonnya tidak sesuai UU Pemilu. Hal ini pada akhirnya dapat membuat hasil pemilu menjadi tidak sah. 

Mahkamah Agung pada Selasa (29/8/2023), mengabulkan permohonan uji materiil atas regulasi KPU yang mengatur cara penghitungan kuota minimal 30 persen caleg perempuan Pemilu 2024. Pemohon adalah Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang diwakili sejumlah pihak seperti Perludem. 

Dalam permohonannya, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan meminta agar Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD dinyatakan bertentangan dengan Pasal 245 UU Pemilu dan UU Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Pasal 245 UU Pemilu mengatur bahwa bakal caleg yang diajukan partai politik untuk setiap daerah pemilihan (dapil) harus memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. 

Adapun Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 mengatur cara menghitung kuota minimal 30 persen caleg perempuan itu, yakni apabila hasil penghitungan menghasilkan angka di belakang koma tak mencapai 5, maka dilakukan pembulatan ke bawah. Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak mencapai 30 persen per partai di setiap dapil sebagaimana diamanatkan UU Pemilu. 

Sebagai contoh, partai politik mengusung 8 caleg di suatu dapil. Apabila dihitung murni, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4 orang. Lantaran angka di belakang koma tak mencapai 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Dengan demikian, partai politik cukup mengusung 2 caleg perempuan saja dari total 8 caleg. Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen, bukan 30 persen. 

Dengan dikabulkannya gugatan ini, berarti petitum penggugat menjadi norma yang berlaku, yakni cara penghitungan kuota 30 caleg perempuan harus menggunakan pendekatan pembulatan ke atas. Di dapil dengan 8 caleg, misalnya, parpol minimal harus mengusung 3 caleg perempuan.

photo
Mengapa Caleg Harus Diawasi? - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement