Selasa 12 Sep 2023 17:19 WIB

Polri Bongkar Jaringan Besar Narkotika Asia Tenggara, 10 Ton Sabu Disita

Aparat juga telah membekukan aset dan rekening senilai Rp 10,5 triliun.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Barang bukti sabu sabu (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Barang bukti sabu sabu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri membongkar sindikat peredaran narkotika kelas raksasa di wilayah Asia Tenggara. Bersama kepolisian Malaysia dan Thailand, polisi gabungan tiga negara itu berhasil mengamankan barang bukti setotal 10,2 ton narkotika jenis sabu-sabu dari jaringan Fredy Pratama. Namun kepolisian, belum berhasil menangkap warga negara Indonesia yang disinyalir sempat bersembunyi di Malaysia, dan Thailand tersebut.

Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Wahyu Widada menjelaskan, pengintaian, dan penelusuran terhadap jaringan Fredy Pratama ini sudah dimulai sejak 2020. Barang bukti sitaan sepuluh ton lebih sabu-sabu yang berhasil dikuasai oleh aparat keamanan, merupakan dari upaya menangkap Fredy Pratama sejak dalam perburuan. “Secara keseluruhan, barang yang sudah masuk ke Indonesia, itu mencapai 100 sampai 500 Kilogram (Kg),” begitu kata Komjen Wahyu saat konfrensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Baca Juga

Wahyu mengatakan, pengungkapan jaringan Fredy Pratama ini adalah hasil kerja sama terbesar kepolisian Indonesia, Malaysia, dan juga Thailand. Di Indonesia, Bareskrim Polri, kata Wahyu, turut menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).

Dari penelusuran PPATK, kata Wahyu, ditemukan aliran uang transaksi narkotika dari jaringan Fredy Pratama senilai triliunan Rupiah. Dari analisis PPATK tersebut, tim penyidik di Bareskrim Polri telah membekukan aset-aset, dan rekening milik jaringan Fredy Pratama.

“Untuk aset yang sudah dibekukan dan sudah kita sita, totalnya sekitar Rp 10,5 triliun,” ujar Wahyu.

Adapun terkait dengan rekening, untuk kebutuhan penyidikan, sudah meminta kepada PPATK selaku otoritas yang melakukan blokir atas 406 rekening yang terkait dengan jaringan Fredy Pratama. “Nilai rekening yang dilakukan pemblokiran sebesar Rp 28,7 miliar,” kata Wahyu.

Wahyu menerangkan, terkait dengan jaringan Fredy Pratama, laporan dari kepolisian tiga negara menerima sebanyak 408 pelaporan menyangkut soal peredaran narkotika.

Wahyu tak memerinci masing-masing negara penerima ratusan pelaporan tersebut. Namun kata Wahyu, dari kerja sama Bareskrim Polri, Royal Malaysia Police dan Royal Malaysian Customs Departement, bersama-sama Royal Thia Police sudah menangkap sebanyak 884 orang tersangka yang terkait dengan Fredy Pratama. Tetapi, kata Wahyu, sampai saat ini, kepolisian di tiga negara itu, belum berhasil menangkap Fredy Pratama sebagai tokoh utama jaringan narkotika raksasa di Asia Tenggara itu.

“Status Fredy Pratama sendiri masih DPO (buronan),” begitu kata Wahyu. Pengintaian dan perburuan terhadap Fredy Pratama sendiri kata Wahyu, sudah dilakukan sejak 2020. “Catatan terakhir 2023, DPO Fredy Pratama ini ada di Thailand. Akan tetapi dilaporkan oleh kepolisian di Thailand, yang bersangkutan sudah tidak berada di negara tersebut,” kata Wahyu.

Status DPO terhadap Fredy Pratama, kata Komjen Wahyu memastikan namanya sebagai tersangka utama dalam bisnis haram tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement