Rabu 06 Sep 2023 17:25 WIB

Data SSGI 2022 Catat 1 Juta Kasus Stunting Baru

Kasus stunting baru ditemukan pada anak usia nol hingga tiga tahun.

Petugas kesehatan Puskesmas mengecek pertubuhan fisik balita.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Petugas kesehatan Puskesmas mengecek pertubuhan fisik balita.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Maria Endang Sumiwi mengatakan, stunting adalah proses yang terjadi secara kronis dan tidak terjadi secara tiba-tiba. "Usahakan jangan sampai anak itu stunting. Itu lah kenapa penting kita tidak hanya mencari anak stunting, tapi kita juga cari anak yang berpotensi stunting, jangan sampai dia stunting," katanya dalam acara Publikasi Data Intervensi Spesifik & Sensitif Bidang Kesehatan untuk Percepatan Penurunan Stunting Triwulan II Tahun 2023 yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (6/9/2023). 

Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, kata Maria, melaporkan sekitar 560.000 kasus stunting baru pada usia nol hingga satu tahun dan sekitar 450.000 kasus stunting baru pada usia satu hingga dua tahun, yang apabila digabung menjadi sekitar satu juta kasus stunting baru.

Baca Juga

"Nah kasus stunting baru ini kita nggak mau ada, kita menurunkan (kasusnya) dengan cara jangan sampai ada kasus stunting baru," ujarnya.

Maria mengatakan, stunting dapat menghambat perkembangan otak pada balita, yang dimulai sejak dalam kandungan, kemudian mencapai 25 persen saat baru dilahirkan, lalu mencapai 70 persen pada usia satu sampai tiga tahun, serta mencapai 92 persen pada usia tiga hingga lima tahun. 

"Tinggi badan kan casing-nya, casing adanya di luar, tapi yang kita jaga adalah proses selama menuju stunting, sehingga otaknya berada dalam pembentukan yang maksimal," ujarnya.

Maria menyebutkan, upaya pengentasan stunting tidak akan efektif jika hanya menyasar pada anak stunting, maka balita yang berada dalam kategori waisting atau berat badan kurang juga perlu diperhatikan. Hal tersebut, kata dia, dikarenakan pertumbuhan otaknya tidak dapat tumbuh dengan maksimal jika penanganan hanya dilakukan ketika balita telah dinyatakan stunting.

"Mungkin pertumbuhan tinggi dan berat badan bisa mengejar, tapi tidak dengan otaknya. Kita tidak bisa kembalikan perkembangan otak sampai beberapa tahun sebelumnya," ucapnya.

Oleh karena itu, kata dia, Kemenkes memiliki program khusus intervensi spesifik percepatan penurunan stunting, yang terbagi ke dalam tiga kategori, yakni intervensi untuk remaja putri dan ibu hamil (sebelum melahirkan), intervensi untuk balita (setelah kelahiran), serta intervensi lintas siklus hidup. 

Program tersebut, sambungnya, menyasar hingga ke hulu permasalahan stunting, yang dimulai dengan pencegahan terhadap anemia pada remaja putri, sehingga ketika menikah dan hamil, remaja putri yang menjadi calon ibu tersebut memiliki gizi cukup dan tidak tergolong ke dalam ibu hamil KEK (Kurang Energi Kronik) dan bisa melahirkan anak yang tidak stunting sejak dalam kandungan.

"Kita mengejar apa? Kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) dan itu dibentuk tiap fase. Kita tidak bisa menunggu angka stunting turun, karena proses yang sudah dilalui tidak bisa dikembalikan," ucap Maria.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement