Senin 04 Sep 2023 14:55 WIB

KPK Periksa Dua PNS Terkait Kasus Korupsi di Kemenaker

KPK mengusut kasus sistem proteksi TKI di Kemenaker pada 2012.

Rep: Flori Anastasia Sidebang/ Red: Erik Purnama Putra
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (10/8/2021).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (10/8/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang PNS bernama Bery Komarudzaman pada Kamis (31/8/2023). Dia dimintai keterangan terkait peran tersangka dalam kasus rasuah pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain, terkait dengan dugaan adanya peran penuh dari tersangka dalam perkara ini untuk secara sepihak melaksanakan proyek pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker RI tanpa melibatkan panitia pengadaan lainnya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (4/9/2023).

Baca Juga

Selain itu, tim penyidik KPK juga telah memeriksa seorang PNS sekaligus ketua panitia pengadaan tahun 2012 bernama Aniek Soelistyawati. Dia diperiksa mengenai proses pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker. 

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan posisi saksi sebagai ketua pengadaan saat dilaksanakannya proyek pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker RI," ujar Ali.

Adapun KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka terdiri atas dua aparatur sipil negara (ASN) dan satu pihak swasta. Meski demikian, KPK belum membeberkan secara resmi identitas para tersangka tersebut. Hal itu akan disampaikan saat upaya penahanan dilakukan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satu tersangka itu adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemenaker, I Nyoman Darmanta. Kemudian, Reyna Usman yang saat kasus ini terjadi menjabat sebagai dirjen pembinaan penempatan tenaga kerja dan transmigrasi, serta pihak swasta bernama Karunia.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, perangkat lunak atau software terkait sistem itu sebenarnya sudah tersedia, tapi tidak berfungsi. Hal ini diketahui berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Dari audit BPK, sistem itu enggak berjalan," kata Alex kepada wartawan, Kamis (24/8/2023).

Padahal, Alex menjelaskan, dalam pengadaan sistem itu, ada beberapa item yang diminta Kemnaker dengan nilai mencapai Rp 20 miliar. Namun, dari proyek itu, hanya komputer yang dapat digunakan.

"Jadi, pengadaan software, pengadaan komputer. Jadi yang bisa dipakai cuma komputernya saja itu buat ngetik dan lain sebagainya. Tapi, sistemnya sendiri enggak berjalan," ujar Alex.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement