Kamis 31 Aug 2023 21:06 WIB

Advokat PERADI: Tidak Tepat TNI jadi Advokat

TNI tidak menjadi advokat karena TNI adalah pegawai negeri sipil.

Kegiatan diskusi publik Advokat Militer: Dua Diksi Lucu untuk Perluasan Impunitas dan pentingya reformasi pradilan militer, di Sadjoe Café and Resto Jakarta Selatan, Kamis (31/8/2023).
Foto: istimewa/doc humas
Kegiatan diskusi publik Advokat Militer: Dua Diksi Lucu untuk Perluasan Impunitas dan pentingya reformasi pradilan militer, di Sadjoe Café and Resto Jakarta Selatan, Kamis (31/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat dari PERADI Bahrain, mengatakan UU Advokat sudah mengunci bahwa siapapun boleh menjadi advokat asal bukan pegawai negeri sipil atau pejabat. TNI tidak menjadi advokat karena TNI adalah pegawai negeri sipil.

Hal ini disampaikan Bahrain merespon kasus penggerudukan Mapolrestabes Medan yang dilakukan Mayor Dedi Hasibuan dan anggotanya. Melalui konferensi pers yang dilaksanakan di Mabes TNI, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro, kehadiran Mayor Dedi di Mapolrestabes Medan dengan kapasitasnya sebagai penasihat hukum tersangka dengan merujuk pada SEMA No. 02/1971.

Untuk membahas masalah ini PBHI dan Imparsial menyelenggarakan diskusi publik dengan judul “Diskusi Publik Advokat Militer: Dua Diksi Lucu untuk Perluasan Impunitas dan pentingya reformasi pwradilan militer. Diskusi diselenggarakan di Sadjoe Café and Resto Jakarta Selatan, Kamis (31/8/2023).

“TNI tidak tepat ketika menjadi advokat karena TNI adalah pegawai negeri sipil, Dasar hukum yang disebutkan Kababinkum yaitu melalui SEMA No. 02/1971, sudah tidak tepat karena sudah ada dasar hukum baru yaitu UU Advokat,” kata Bahrain,  dalam siaran pers, Kamis (31/8/2023).

Kekacauan terkait militer aktif yang menjadi advokat ini, menurut dia,  terjadi karena belum dibenahinya reformasi peradilan militer, melalui revisi UU 31 tahun 1997. ”Dalam kontkes reformasi peradilan militer, pemerintah selama ini seperti jalan di tempat atau bahkan mundur,” kata dia.

Pembicara dari Indonesia Public Interest Lawyer Network, Theo Reffelsen mengatakan mandat Revisi UU 31/1997 yang mengatur Hukum Acara Pidana Militer sebagai salah satu agenda Reformasi Sektor Keamanan, sudah  diatur dalam TAP MPR VII/2000 dan UU TNI. “Bahkan juga sudah diperintahkan oleh MK melalui Putusan Nomor 27/PUU-XIX/2021,” ungkapnya.

Putusan ini memerintahkan pemerintah dan DPR untuk segera merealisasikan reformasi undang-undang peradilan militer yang mengakomodasi berbagai bentuk perubahan dan kebutuhan hukum sesuai dengan semangat reformasi nasional dan reformasi keamana. Khususnya pembagian yurisdiksi yang jelas dan tegas.

Menurut dia, pemerintah dan DPR harus memiliki kemauan politik untuk melakukan pembaharuan hukum acara pidana militer yang melibatkan publik luas.  Terlalu mewah dan berbahaya jika revisi UU Peradilan Militer hanya diserahkan dan menjadi dominasi institusi TNI,” kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement