Selasa 29 Aug 2023 15:40 WIB

Koalisi Prabowo Ganti Nama, Dinilai Efek Perebutan Ceruk Pendukung Jokowi

Pemilih Jokowi pada Pilpres 2019 kini jadi rebutan antara koalisi Prabowo dan Ganjar.

Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menghadiri Bimbingan Teknis (Bimtek) dalam rangkaian HUT ke-25 Partai Amanat Nasional (PAN), di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (28/8/2023) malam.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menghadiri Bimbingan Teknis (Bimtek) dalam rangkaian HUT ke-25 Partai Amanat Nasional (PAN), di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (28/8/2023) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Nawir Arsyad Akbar

Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza menilai pergantian nama koalisi partai politik pendukung bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto bertujuan untuk merebut pemilih Presiden Jokowi. Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) berganti nama menjadi Koalisi Indonesia Maju, serupa dengan nama kabinet pemerintahan Jokowi 2019-2024. 

Baca Juga

"Koalisi ini jelas sekali ingin merebut ceruk pemilih Jokowi (pada pilpres sebelumnya). Bukan saja ingin melanjutkan program Jokowi, koalisi Prabowo juga ingin identik dengan menggunakan nama Koalisi Indonesia Maju seperti pemerintahan sekarang," kata Efriza ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Selasa (29/8/2023). 

Menurut Efriza, perubahan nama itu semakin menunjukkan adanya persaingan keras antara kubu Prabowo dan kubu capres PDIP Ganjar Pranowo dalam memperebutkan suara pemilih Jokowi. Padahal, menurut dia, kedekatan pemilih dengan seseorang figur tak selalu sejak dengan pilihan mereka di TPS. 

Dia menambahkan, perubahan nama koalisi ini tidak akan sepenuhnya menguntungkan Prabowo dalam upayanya memenangkan Pilpres 2024. Meski upaya Prabowo mengidentikan diri dengan Jokowi dalam beberapa waktu terakhir dapat menaikkan elektabilitasnya, tapi masyarakat belum tentu akan memilih pada hari pemungutan suara. 

"Memungkinkan masyarakat malah menganggap kubu Prabowo tidak punya tawaran dan gagasan yang baru, hanya berusaha meng-copy saja dengan berusaha mengidentikkannya. Jika hal ini yang dirasakan oleh masyarakat, bukan tak mungkin terjadi peralihan dukungan (dari Prabowo)," kata Dosen Ilmu Pemerintahan di Universitas Sutomo, Serang, Banten itu. 

Efriza menyatakan, kubu Prabowo juga harus menyadari bahwa Pemerintahan Jokowi belum selesai dan lepas dari berbagai permasalahan. Tidak tertutup kemungkinan terjadi perkembangan baru ke depan yang membuat kepuasan publik terhadap Jokowi anjlok. Hal itu akan membuat masyarakat enggan memilih capres yang mengidentikkan diri dan mengaku sebagai pelanjut Jokowi. 

Pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai langkah pergantian nama koalisi sebagai upaya Prabowo secara vulgar mereplikasi Presiden Jokowi. "Dan terkesan Prabowo sangat percaya jika Jokowi bisa mengantarkan dirinya sebagai Presiden 2024 mendatang," ujar Dedi dalam keterangannya, Selasa.

Dedi menilai, langkah Prabowo ini sebagai upaya berebut suara pendukung Jokowi dengan calon presiden dari PDIP Ganjar Pranowo. Namun demikian, dia menilai penggantian nama koalisi ini mengesankan dukungan Jokowi yang lebih memihak kepada Menteri Pertahanan tersebut.

"Situasi ini sah saja karena Prabowo tentu berebut suara dengan Ganjar yang sama-sama diendors Jokowi. Tetapi, situasi saat ini ada kesan Jokowi memihak ke Prabowo," katanya.

Dengan penggantian nama tersebut, Prabowo dinilai lebih diuntungkan dibandingkan Ganjar untuk merebut suara pendukung Jokowi. Namun demikian, tidak halnya untuk pendukung yang kontra terhadap Jokowi.

"Tetapi belum tentu menguntungkan jika dibanding Anies, karena memang hanya Prabowo dan Ganjar yang berebut pengaruh Jokowi," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement