Senin 28 Aug 2023 08:38 WIB

JPPR: Parpol Punya Ribuan Kader, Tapi Malah Usung Koruptor Jadi Caleg

JPPR mempertanyakan parpol memiliki ribuan kader tapi malah usung koruptor jadi caleg

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi). JPPR mempertanyakan parpol memiliki ribuan kader tapi malah usung koruptor jadi caleg
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi). JPPR mempertanyakan parpol memiliki ribuan kader tapi malah usung koruptor jadi caleg

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengkritik keras langkah empat partai politik yang mengusung total sembilan mantan narapidana kasus korupsi menjadi bakal calon anggota legislatif (caleg) DPR Pemilu 2024. Langkah tersebut dinilai merupakan wujud nyata gagalnya kaderisasi di internal partai politik. 

Koordinator JPPR Nurlia Dian Paramita menjelaskan, partai politik (parpol) memiliki ribuan kader dari tingkat kepengurusan pusat sampai kecamatan. Namun, parpol seolah-olah kekurangan kader sehingga mencalonkan koruptor.

Baca Juga

"Jika parpol berhasil melakukan kaderisasi, maka seharusnya calon-calon yang memiliki rekam jejak buruk tersebut tidak dicalonkan kembali. Seharusnya kader-kader parpol yang berintegritas yang dicalonkan," kata Mita kepada Republika, Senin (28/8/2023).

Mita juga meyakini, fenomena sembilan koruptor diusung jadi caleg ini menandakan betapa buruknya mekanisme demokrasi di Internal parpol. Di parpol yang sistem internalnya demokrtis, tentu koruptor akan kalah dengan kader berintegritas dalam persaingan memperebutkan tiket pencalonan. 

Dia pun khawatir fenomena pencalonan koruptor ini merupakan hasil dari praktik mahar politik, yakni si koruptor membayar sejumlah uang kepada pengurus parpol agar mendapatkan tiket menjadi caleg DPR.

"Jangan sampai proses pencalonan mantan koruptor tersebut karena diduga adanya mahar politik yang diberikan kepada parpol," ujarnya.

Di sisi lain, Mita khawatir parpol maupun caleg koruptor itu menggunakan politik uang demi memenangkan pemilihan. Sebab, parpol atau caleg koruptor itu sangat potensial melakukan politik uang demi membeli suara pemilih karena statusnya sebagai mantan terpidana kasus rasuah bakal sulit mendapatkan dukungan murni dari masyarakat. 

Karena itu, Mita mengingatkan masyarakat yang di wilayahnya ada caleg koruptor untuk mewaspadai praktik politik uang. "Jangan sampai rekam jejak buruk calon tersebut dapat ditutupi dengan rayuan sesaat berupa politik uang dalam memenangkan calon tersebut," ujarnya.

"Jangan sampai mereka (caleg koruptor) terpilih menjadi anggota legislatif," kata Mita menegaskan. 

Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut, majunya sembilan koruptor untuk memperebutkan kursi anggota DPR itu akan merugikan rakyat. Pasalnya, mereka berpotensi melakukan kembali praktik korupsi apabila berhasil masuk parlemen. 

"Kekhawatirannya adalah jika misalnya nanti mereka terpilih, ada potensi mereka permisif melakukan tindakan koruptif kembali. Tentu publik yang akan dirugikan," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati kepada Republika, Ahad. 

Terungkapnya ihwal sembilan koruptor menjadi bakal caleg DPR RI ini bukan disampaikan oleh KPU RI dalam dokumen Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR. Adalah Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menemukan nama sembilan koruptor itu usai menganalisa 9.919 nama bakal caleg yang termuat dalam DCS.

Berikut daftar sembilan bakal caleg DPR eks terpidana kasus korupsi: 

1. Abdillah, caleg Partai Nasdem di Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Utara I dengan nomor urut 1. Dia sudah dihukum atas kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD.

2. Abdullah Puteh, caleg Partai Nasdem di Dapil Aceh II dengan nomor urut 1. Dia terlibat kasus korupsi pembelian dua unit helikopter saat menjabat sebagai Gubernur Aceh. 

3. Rahudman Harahap, caleg Partai Nasdem di Dapil Sumatera Utara I dengan nomor urut 4. Ia sempat terlibat kasus korupsi tunjangan aparat Desa Tapanuli Selatan saat menjadi Sekda Tapanuli Selatan. 

4. Budi Antoni Aljufri, caleg Partai Nasdem di Dapil Sumatera Selatan II dengan nomor urut 9. Budi merupakan mantan Bupati Empat Lawang yang terbukti menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi demi memenangkan dirinya dalam kontestasi pemilihan bupati. 

5. Eep Hidayat, caleg Partai Nasdem di Dapil Jawa Barat IX dengan nomor urut 1. Eep adalah mantan Bupati Subang yang terbukti korupsi dalam perkara biaya pungut pajak bumi dan bangunan Kabupaten Subang. 

6. Rokhmin Dahuri, caleg Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Dapil Jawa Barat VIII dengan nomor urut 1. Dia terlibat kasus korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan ketika menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. 

7. Al Amin Nasution, caleg PDIP di Dapil Jawa Tengah VII dengan nomor urut 4. Dia terbukti menerima suap dari Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindungan di Kabupaten Bintan. 

8. Nurdin Halid, caleg Partai Golkar di Dapil Sulawesi Selatan II, nomor urut 2. Dia terbukti terlibat kasus korupsi distribusi minyak goreng Bulog. 

9. Susno Duadji, caleg PKB di Dapil Sumatera Selatan II, nomor urut 2. Mantan Kabareskrim Polri itu terbukti terlibat kasus korupsi pengamanan Pilkada Jawa Barat 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari. 

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menegaskan, temuan sembilan koruptor ikut pemilihan legislatif itu baru sebatas hasil analisa ICW terhadap DCS Anggota DPR. Kemungkinan masih ada mantan terpidana kasus korupsi lainnya yang diusung partai politik sebagai calon anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota Pemilu 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement