Rabu 23 Aug 2023 07:18 WIB

Politik Kekerabatan, dari Cucu Megawati Hingga Semua Anak Hary Tanoe Nyaleg 

Banyak juga pasangan suami istri nyaleg dengan nomor urut kursi satu.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.
Foto:

2. Putri Zulkifli Hasan, anak dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Putri jadi bakal caleg PAN di Dapil Lampung I dengan nomor urut 1. 

3. Rivandra Airlangga, putra dari Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Rivandra tercatat sebagai bakal caleg Partai Golkar untuk Dapil Jawa Barat V dengan nomor urut 1. 

4. Hisan Anis Matta, putri dari Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta. Hisan jadi bakal caleg Partai Gelora di Dapil Jawa Barat V dengan nomor urut 1. 

5. M Rasyid Rajasa, putra dari Ketua Majelis Penasihat PAN Hatta Rajasa. Rasyid terdaftar sebagai bakal caleg PAN di Dapil Jawa Barat I dengan nomor urut 5. 

6. Erwin Aksa, keponakan dari mantan wakil presiden RI sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla (JK). Erwin yang kini menduduki posisi Ketua DPP Partai Golkar ternyata maju sebagai bakal caleg di Dapil Jakarta III dengan nomor urut 2. 

7. Rahayu Saraswati, anak dari Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hasyim Djojohadikusumo sekaligus keponakan dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Sarawati yang kini memegang jabatan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu maju sebagai bakal caleg di Dapil Jakarta III dengan nomor urut 1. 

8. Diah Pikantan O Putri Hapran. Pikantan merupakan anak dari Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR Puan Maharani. Dia tentu cucu dari Ketua Umum PDIP sekaligus mantan presiden RI Megawati Soekarnoputri. Pikantan jadi bakal caleg dari partai berlogo banteng itu di Dapil Jawa Tengah IV dengan nomor urut 1. 

Ketika DPP PDIP mendaftarkan bakal caleg DPR ke Kantor KPU RI, Jakarta pada awal Mei 2023 lalu, Sekjen partai tersebut Hasto Kristiyanto menyebut Pikantan sudah mengikuti pendidikan partai selama tiga hari sebelum diusung sebagai calon legislator. 

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, fenomena keluarga elite partai politik menjadi bakal caleg ini merupakan bentuk politik kekerabatan. Fenomena ini disebut merusak demokrasi dari banyak sisi. 

 "Jaringan politik kekerabatan ini sulit diketahui oleh masyarakat, padahal itu dampaknya buruk, merusak demokrasi kita," kata Peneliti Formappi, Lucius Karus ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Senin (21/8/2023). 

Lucius menjelaskan, fenomena politik kekerabatan di itu merusak proses kaderisasi partai. Kader-kader potensial yang sudah mengikuti tahapan kaderisasi, bahkan mungkin pencalonan, tentu terhalang langkahnya menjadi caleg karena harus mengalah dengan keluarga elite partai. Kalaupun bisa menjadi caleg, para kader tetap saja harus merelakan nomor urut kecil apabila terdaftar di dapil yang sama dengan keluarga bos partai. 

"Umumnya caleg-caleg kekerabatan ini menjadi caleg dengan menempuh jalan pintas, yakni mengandalkan kedekatan dengan elite partai. Mereka biasanya mendaftar di hari terakhir pendaftaran dan tidak mengikuti tahapan kaderisasi seperti anggota partai lainnya," kata Lucius. 

Selain merusak kaderisasi partai, kata dia, fenomena politik kekerabatan ini juga akan membuka peluang terjadinya praktik korupsi apabila mereka terpilih sebagai anggota dewan. Menurutnya, elite partai lebih mudah mengontrol anggota dewan yang merupakan keluarganya saat hendak melakukan praktik culas berjamaah. 

Menurut dia, politik kekerabatan atau politik dinasti ini terjadi karena regulasi pemilu tidak melarang hal tersebut. Praktik tersebut semakin subur akibat adanya "oligarki partai" alias segelintir orang yang punya kuasa penuh menentukan kebijakan partai. 

"Jadi saya kira (fenomena politik kekerabatan ini) berbanding lurus dengan faktor partai politik kita yang masih dikuasai oligarki. Jadi politik dinasti itu sudah menjadi satu hal yang tak terelakkan," kata Lucius. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement