REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Ditjen Imigrasi Kemenkumham mencegah Bupati nonaktif Mimika, Eltinus Omaleng bepergian ke luar negeri. Hal ini dilakukan usai lembaga antirasuah tersebut melakukan pengembangan penyidikan atas kasus rasuah pembangunan Gereja Kingmi Mile 32, Mimika, Papua.
"Cegah ini untuk waktu enam bulan kedepan sampai dengan sekitar Januari 2024," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Senin (21/8/2023).
Ali menjelaskan, status cegah ini dikeluarkan dalam posisi Eltinus sebagai saksi. Keterangan dia dibutuhkan untuk membantu pengusutan kasus ini.
Meski demikian, Ali belum menjelaskan lebih rinci mengenai pengembangan kasus korupsi ini. KPK hanya meminta Eltinus agar bersikap kooperatif.
"Sikap kooperatif kami ingatkan pada saksi untuk menghadap tim penyidik sebagaimana penjadwalan pemanggilan yang segera akan dikirimkan," ujar Ali.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Makassar menjatuhkan vonis lepas terhadap Eltinus Omaleng pada Senin (17/7/2023). Namun, hakim tidak membacakan poin pertimbangan vonis itu, seperti persidangan pada umumnya.
Adapun KPK menetapkan Eltinus, Direktur PT Waringin Megah Teguh Anggara (TA), dan Kepala Bagian Kesra Setda Mimika Marthen Sawy (MS) sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Mimika, Papua. Kasus ini berawal ketika Eltinus belum menjabat sebagai Bupati Mimika.
Pada 2013, Eltinus bekerja sebagai kontraktor sekaligus Komisaris PT Nemang Kawu Jaya. Saat itu, ia hendak membangun Gereja Kingmi di Mile 32 Mimika dengan total nilai mencapai Rp 126 miliar.
Keinginan itu pun terealisasikan setahun kemudian, saat Eltinus terpilih menjadi bupati, tepatnya pada 2014. Dia langsung membuat kebijakan untuk menganggarkan dana pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.
Selanjutnya, Eltinus memerintahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika untuk memasukkan anggaran hibah dan pembangunan gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp 65 miliar ke anggaran daerah Pemkab Mimika tahun 2014. Dia juga menyiapkan alat produksi beton untuk pembangunan pembangunan gereja tersebut dari perusahaan miliknya.
Tak sampai di situ, Eltinus kemudian meminta bantuan TA untuk mempercepat proses pembangunan gereja itu pada 2015. Dia juga menawarkan proyek ini kepada TA dengan menjanjikan pembagian fee sebesar 10 persen dari nilai proyek tersebut untuk dibagi berdua. Eltinus memperoleh 7 persen, sedangkan TA mendapatkan 3 persen.
Agar proses lelang dapat dikondisikan, Eltinus mengangkat MS sebagai pejabat pembuat komitmen agar kesepakatannya dengan TA dapat berjalan mulus. Namun, pengangkatan MS justu dinilai janggal karena ia tidak memiliki kompetensi di bidang konstruksi bangunan.
Dalam perjalanannya, progres pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 menjadi tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian yang tertuang dalam kontrak. Termasuk adanya kurang volume pekerjaan, padahal pembayaran pekerjaan telah dilakukan. Akibatnya, timbul kerugian keuangan negara sekitar Rp 21,6 miliar dari nilai kontrak Rp 46 miliar.