Senin 21 Aug 2023 18:45 WIB

WFH untuk Pegawai Kantoran, Said Iqbal: Diskriminasi Terhadap Buruh Pabrik

"Kalau WFH mau diberlakukan, maka harus berlaku juga di pabrik," ujar Said.

Rep: Fergi Nadira B, Haura Hafizhah/ Red: Andri Saubani
Aparatur sipil negara (ASN) saat bekerja di kompleks Balai Kota DKI Jakarta, Senin (21/8/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan kebijakan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah untuk 50 persen ASN. Penerapan kebijakan ini terkait penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN 2023 serta untuk menurunkan tingkat pencemaran udara di DKI Jakarta yang berlangsung dari 21 Agustus hingga 21 Oktober 2023.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Aparatur sipil negara (ASN) saat bekerja di kompleks Balai Kota DKI Jakarta, Senin (21/8/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan kebijakan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah untuk 50 persen ASN. Penerapan kebijakan ini terkait penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN 2023 serta untuk menurunkan tingkat pencemaran udara di DKI Jakarta yang berlangsung dari 21 Agustus hingga 21 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyoroti kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) yang kini mulai diberlakukan melalui Surat Edaran (SE) No.17/2023. Putusan itu mengatur tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegawai ASN, yang berkantor di wilayah DKI Jakarta.

Selain sebagai Masa Persiapan dan Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2023 Ke-43, tak dipungkiri, bahwa aturan tersebut juga untuk menekan buruknya polusi udara yang belakangan ini menyelimuti Jakarta.  Dalam lampiran SE disebutkan, bahwa persentase PNS dan PPPK WFH paling banyak 50 persen dan presentasi WFO sama dengan atau lebih dari 50 persen, untuk layanan administrasi pemerintahan dan layanan dukungan pimpinan. 

Baca Juga

Kendati begitu, Partai Buruh menilai hal ini membuat ketidakadilan bagi para buruh. "Ada diskriminasi. Kalau WFH mau diberlakukan, maka harus berlaku juga di pabrik," ujar Presiden Partai Buruh, Said Iqbal dalam konferensi pers secara daring pada Senin (21/8/2023).

Dia membandingkan mobilisasi bagi warga Bodetabek yang bekerja ke Jakarta dan pekerja pabrik yang memiliki shift kerja. "Kalau mereka WFH, bagaimana dengan yang di pabrik? Tidak mungkin pabrik diliburkan, maka perlu diatur bagaimana caranya, antara shift dan jam kerja," katanya. 

Said Iqbal juga menitikberatkan jika WFH diberlakukan hanya untuk karyawan tertentu, maka akan terjadi kecemburuan. Di sini lah diperlukan kebesaran hati bagi pengusaha dan penguasa untuk menambahkan pelayanan untuk keselamatan buruh pabrik, yang juga manusia. 

"Dipastikan juga agar buruh pabrik bisa mendapatkan perlindungan. Mereka yang menggunakan motor ke pabrik, menghisap polusi, tercemar, tentu harus dilindungi dan buruh tersebut juga harus disiapkan perlindungannya, seperti masker, pemeriksaan medical check ulang per bulan. Karena ini polisi udara, mau tidak perusahaan memberlakukan?" kata dia.

Selain itu, imbauan agar masyarakat beralih menggunakan moda transportasi publik semakin masif digencarkan. Ironisnya, aturan tersebut tidak dilakukan bagi mereka, khususnya pejabat, baik di instansi maupun lembaga negara. 

"Menurut informasi, polusi udara diakibatkan beberapa faktor, misal PLTU dan asap kendaraan bermotor. Tapi, terkait asap kendaraan ini, mereka (pejabat/eselon) tidak menggunakan transportasi publik," ujar dia.

"Mereka hanya bisa meminta masyarakat untuk beralih ke transportasi publik. Harusnya dicontohkan, baru meminta," tutupnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement