Sabtu 19 Aug 2023 15:10 WIB

MK Izinkan Kampanye di Sekolah, Pengamat Khawatirkan Polarisasi Picu Tawuran antar Siswa

Pengamat pendidikan sebut kampanye di sekolah bisa timbulkan perpecahan siswa

Rep: Alkhaledi KurnialamĀ / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ilustrasi Anak Sekolah Tawuran
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Anak Sekolah Tawuran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan seperti sekolah dan kampus memicu pro kontra. Terutama kampanye peserta pemilu di sekolah yang dinilai lebih banyak berdampak buruk kepada siswa.

Pengamat pendidikan Ubaid Matraji mengatakan, ada banyak mudarat atau dampak buruk yang dikhawatirkan terjadi saat kampanye boleh dilakukan di sekolah. Seperti soal polarisasi politik di tengah para siswa atau bahkan tawuran antar siswa karena perbedaan pilihan politik.

"Sangat berpotensi (perpecahan dan tawuran), karena nggak ada izin kampanye di sekolah saja anak bisa tawuran. Apalagi kalau sudah boleh," jelas Ubaid Matraji kepada Republika.co.id, Sabtu (19/8/2023).

Dia menyarankan, ada edukasi dari lembaga penyelenggara pemilu kepada siswa terutama terkait menyikapi perbedaan pilihan di pemilu. Hal ini penting untuk memberikan panduan kepada para pemilih pemula untuk menghindari dampak buruk yang kemungkinan terjadi.

"Penting juga untuk melakukan pendewasaan kepada siswa, tentang apa yang harus dilakukan dalam konteks pemilu, bagaimana memposisikan atau bagaimana menyikapi sebuah perbedaan itu menjadi penting. Kalau di sekolah yang terbangun justru fanatisme, maka akan jadi masalah. Tapi kalau dari sejak di sekolah menyikapi perbedaan, menyikapi orang yang pandangannya, sikap politiknya berbeda dengan kita itu hasilnya akan baik," katanya.

Selain memberi edukasi tentang cara menyikapi perbedaan pilihan, para siswa juga perlu diberi edukasi soal aturan kampanye di sekolah. Sehingga para siswa bisa memfilter kampanye peserta pemilu yang benar dan yang keliru.

"Pendidikan politik untuk memilih pemula itu harus dilakukan supaya mereka tahu bahwa misalnya ini penggiringan opini publik, wah ini pemaksaan kehendak, oh ini harus lapor. Jadi sebagai warga negara yang punya hak baru untuk bersuara mereka tahu bagaimana terlibat dalam pengawasan pemilu, mereka terlibat jadi relawan pemantauan kampanye dan seterusnya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement