REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- PT PLN Indonesia Power mengungkapkan bahwa pihaknya melakukan pengaturan terhadap operasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling sehubungan dengan surutnya air di Waduk Saguling beberapa waktu terakhir akibat musim kemarau.
Ahli tata kelola pembangkit PLTA Saguling Novy Heryanto mengatakan, pengaturan operasional ini, karena surutnya waduk yang dikabarkan air mukanya turun mencapai 15 meter, mempengaruhi debit air masuk (inflow) yang ditampung di Waduk Saguling yang berpengaruh dengan produksi PLTA berkapasitas 700 MW ini.
"Artinya dengan kondisi inflow yang kecil, maka akan berpengaruh dengan produksi listrik dari PLTA Saguling. Dan PLTA Saguling hanya akan dioperasikan optimal saat beban puncak, yakni jam 17.00 - 22.00," kata Novy dalam pesan singkatnya di Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/8/2023).
Sementara di luar waktu tersebut, kata Novy, PLTA Saguling yang memiliki empat turbin, akan dioperasikan sesuai permintaan dari Pusat Pengatur Beban.
Di musim kemarau dengan surutnya bendungan karena terbatasnya debit air yang masuk akibat musim kemarau, kata Novy, pihak pengelola melakukan pemeliharaan mesin-mesin pembangkit PLTA Saguling untuk mengembalikan performa peralatan. Sehingga nantinya saat musim hujan pembangkit dapat beroperasi dengan penuh atau full load capacity.
Meski diinformasikan bendungan yang terletak pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut ini juga memiliki fungsi untuk pengairan pertanian, Novy menyebutkan bahwa fungsi utama Waduk Saguling adalah untuk memenuhi kebutuhan energi primer yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Sehingga PLN IP Saguling tidak memiliki tanggung jawab terhadap pengairan pertanian dari waduk Saguling.
"Kami tidak memiliki wewenang itu sehingga tidak mengetahui dampak kemarau untuk pengairan dan pertanian," ucapnya.
Atas menurunnya debit air di Waduk Saguling, sejumlah petani terlihat memanfaatkan kondisi lahan di bantaran waduk yang mengalami kekeringan menjadi media bercocok tanam palawija seperti mentimun, umbi-umbian, hingga sayuran, seperti di wilayah Desa Cangkorah.