Ahad 13 Aug 2023 22:53 WIB

MRCCC Siloam Masuk Jajaran RS Kanker Terbaik Asia Pasifik

Prestasi yang diraih MRCC Siloam didasarkan pada hasil riset Newsweek-Statista

MRCCC Siloam Hospital
Foto: Youtube
MRCCC Siloam Hospital

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Siloam Jakarta menempati peringkat ke-63 sebagai rumah sakit kanker terbaik di Asia Pasifik. Dengan peringkat itu, MRCCC Siloam menjadi yang paling unggul di Indonesia.

Prestasi yang diraih MRCC Siloam didasarkan pada hasil riset Newsweek bersama Statista. Kedua institusi ini melakukan riset layanan rumah sakit spesialis, salah satunya mengembangkan kemampuan penanganan kanker.

Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) John Riady mengungkapkan capaian MRCCC Siloam tersebut merupakan angin segar bagi sektor kesehatan di dalam negeri.

“Di tengah upaya kita meningkatkan dokter spesialis, dan menginginkan adanya peningkatan kualitas sektor kesehatan agar triliunan devisa tak lari ke luar negeri, masuknya MRCCC Siloam sebagai RS terbaik kanker di Asia Pasifik patut diapresiasi,” ungkapnya melalui siaran pers di Jakarta, Ahad (13/8/2023).

Dalam riset tersebut, Statista dan Newsweek menyoroti enam layanan kesehatan, mencakup kardiologi, endocrinology, neurologi, onkologi, ortopedi, dan pediatric. Riset dilakukan di negara-negara Asia Pasifik, meliputi Australia, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand.

Dari layanan kanker, MRCCC Siloam masuk indeks dengan peringkat ke-63, mengungguli Anam Hospital di Korea Selatan, Medanta The Medicity di India, bahkan St Vincents’s Private Hospital di Sydney, serta Subang Jaya Medical Centre di Malaysia.

Sebaliknya RS lain dari Indonesia yang menembus peringkat 75 besar, terdapat RS Kanker Dharmais. Dari Asia Tenggara, terbanyak diwakili oleh rumah sakit berbasis di Singapura, seperti Mount Elizabeth Hospital dan National Cancer Centre Singapore yang menempati peringkat masing-masing ke-18 dan sembilan.

Saat ini, sebagaimana dikutip dari dataindonesia.id, rasio dokter spesialis di Indonesia hanya mencapai 0,03 per 1.000 penduduk. Padahal, pemerintah menargetkan rasio dokter spesialis bisa mencapai 0,28 per seribu penduduk.

Dari sisi lain, John mengungkapkan untuk menyamai peringkat negara-negara maju di Asia Pasifik saja, seperti Korea Selatan dan Jepang yang mendominasi peringkat teratas riset Statista, dibutuhkan komitmen bersama baik sektor privat maupun pemerintah.

“Dan ini tidak hanya persoalan pada hilir layanan rumah sakit, tetapi ekosistem dunia kesehatan. Mulai dari pendidikan dokter spesialis, perizinan, hingga permodalan,” kata John.

Lebih jauh, pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lippo Group itu mengatakan penguatan sektor kesehatan menjadi sangat penting untuk masa depan. Sebab, mengacu pada riset yang sama, terdapat perkembangan demografi dalam beberapa dekade ke depan terkait kebutuhan layanan spesialis bakal meningkat pesat.

Dari riset Statista itu, tegas John, disebutkan bahwa untuk kawasan Asia Pasifik dengan populasi mencapai empat miliar orang serta PDB melebihi 30 triliun dolar AS, merupakan pasar potensial. Secara demografi, pada 2050 bahkan penduduk berusia lebih dari 60 tahun akan mengisi seperempat populasi di Asia Pasifik.

“Pergeseran demografi ini akan memunculkan permintaan layanan kesehatan yang tinggi, terutama bagi layanan spesialis,” kata John.

Berkaca dari riset tersebut, John menjelaskan komitmen Lippo Group untuk berperan aktif dalam memperkuat sistem kesehatan nasional. Salah satu yang telah diwujudkan adalah keberadaan MRCCC Siloam yang ditujukkan demi mendukung upaya pemerintah dan membantu masyarakat untuk menekan risiko kanker.

“Sejauh ini, kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia. Terdapat sekitar 9,6 juta kematian per tahun,” kata John.

Lebih jauh, secara grup, SILO juga telah berperan membantu pemerataan layanan kesehatan berkualitas di Indonesia dengan 47 jaringan rumah sakit. Plus, kata John, menjadi jaringan rumah sakit swasta terbesar yang melayani pasien BPJS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement