REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berkomitmen untuk memberikan perhatian yang serius terhadap penanganan dampak bencana kekeringan di Kabupaten Puncak Provinsi Papua Tengah. Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Tingkat Menteri yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
Dalam rapat tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menyampaikan, penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP) telah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terdampak.
“Sebagaimana instruksi Bapak Presiden Joko Widodo yang memerintahkan Bapak Menko PMK bersama kementerian dan lembaga termasuk NFA, agar dapat melakukan penanganan masalah kekeringan di Papua Tengah dalam waktu yang cepat," kata dia, Kamis (10/8/2023).
"NFA dalam hal ini bersama Bulog dan Pos Indonesia telah menyalurkan bantuan pangan beras yang berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Stok beras di wilayah Papua ada sebanyak 16,2 ribu ton dan siap kapan saja untuk disalurkan kepada masyarakat di Papua Tengah,” katanya.
Dikatakannya medan distribusi barang di Papua Tengah memang cukup menantang dan saat ini yang paling memungkinkan dijangkau secara cepat melalui jalur transportasi udara. Namun, Arief menargetkan, bantuan pangan beras akan selesai pada akhir Agustus ini. Target penerima bantuan pangan beras di Kabupaten Puncak mencapai hampir 22 ribu Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Bantuan pangan beras disalurkan dalam bentuk beras 10 kg selama 3 bulan.
“Untuk bantuan beras yang telah keluar dari Bulog sebanyak 659 ribu ton dan 439 ribu ton telah ada di titik penyeraha," kata Arief.
Tentunya, kata dia, ini perlu kolaborasi dengan pemerintah daerah setempat, TNI, Polri, dan BNPB untuk mendukung penyalurannya. "Targetnya selesai pada akhir Agustus ini dan sesuai perintah Bapak Presiden yang meminta untuk melanjutkan kembali bantuan pangan beras ini pada Oktober sampai Desember mendatang,” jelas Arief.
Arief juga turut mendorong pemenuhan Cadangan Beras Pemerintah Daerah (CBPD) yang dikelola oleh pemerintah daerah. Dengan adanya stok CBPD yang memadai akan membantu penanganan ketika terjadi kondisi kerawanan pangan yang diakibatkan gagal panen.
Sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 15 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perhitungan Jumlah CBPD, disebutkan jumlah CBPD dihitung dengan mempertimbangkan produksi beras di daerah, kebutuhan untuk penanggulangan keadaan darurat di daerah, dan kerawanan pangan di daerah. Perhitungan tersebut agar turut disesuaikan dengan kebutuhan konsumsi masyarakat di daerah dan potensi sumber daya di daerah.
“Keberadaan stok CBP dan CBPD yang memadai sangat penting untuk mengantisipasi kondisi kedaruratan seperti ini," ucapnya.
Selain itu, CBP dan CBPD juga menjadi instrumen stabilisasi harga pangan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan pengendalian inflasi. Untuk itu, menjaga stok CBP dan CBPD sangat penting dan ini juga kita menggunakan gudang-gudang yang ada di dekat Bandara dan sekitarnya.
Kondisi kedaruratan di Papua Tengah yang dimaksud, mengacu pada cuaca ekstrem yang merupakan fenomena tahunan dan ditandai dengan kabut es dan embun upas. Fenomena ini yang menyebabkan tanaman dan umbi-umbian membusuk sehingga tidak bisa dikonsumsi.
Di kesempatan yang sama, Menko PMK Muhadjir Effendy meminta, NFA menghitung kebutuhan beras selama 3 bulan ke depan untuk seluruh Kepala Keluarga (KK) yang ada di Distrik Agandugume, Lambewi, dan Oneri di Kabupaten Puncak. Apabila perlu penambahan kuota stok dan jumlah penerima, agar juga menjadi pertimbangan.
“Pemerintah akan selalu memastikan ketersediaan beras masyarakat di sana. Nanti Bapak Kepala Badan Pangan Nasional bersama Bulog dan Pos Indonesia yang akan menghitung kebutuhan beras jangka pendek untuk 3 bulan ke depan bagi semua KK yang ada di sana," katanya.
"Apabila bisa menambah stok di luar KPM tadi, agar juga bisa ikut didistribusikan. Bantuan dari pemerintah agar dapat terbagi-bagi, misalnya Kementerian Sosial bisa fokus bantuan makanan tambahan, lalu BNPB fokus menyiapkan infrastruktur dan fasilitas di sana,” ucap Muhadjir.
Menilik Laporan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Tahun 2022, kabupaten rentan rawan pangan kategori ‘Prioritas 1-3’ berjumlah 70 kabupaten. Adapun kabupaten yang termasuk ‘Prioritas 1 (sangat rentan)’ tersebar di Provinsi Papua (19 kabupaten) dan Papua Barat (6 kabupaten).
Kemudian provinsi yang memiliki kabupaten dengan tingkat kerentanan terhadap kerawanan pangan yang tinggi adalah Provinsi Papua dan Papua Barat. Sebanyak 68 persen kabupaten ada di Provinsi Papua dan 50 persen ada di Provinsi Papua Barat sangat rentan terhadap kerawanan pangan (Prioritas 1).