REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta menegaskan sekolah tidak diperbolehkan membuat toilet gender netral. Toilet yang dimaksud bisa untuk siswa berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
"Itu tidak boleh, sesuai dengan aturan standar sarana dan prasarana (sarpras) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Purwosusilo, saat dikonfirmasi, di Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Purwosusilo menjelaskan, kebijakan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendiknas) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 itu, minimum terdapat satu unit jamban untuk setiap 40 peserta didik pria, satu unit jamban untuk setiap 30 peserta didik wanita, dan satu unit jamban untuk guru di jenjang SMP/SMA/MTs/MA. Jumlah minimum jamban di setiap sekolah/madrasah jenjang SMP/SMA/MTs/MA adalah tiga unit.
Sebelumnya, selebritas Daniel Mananta dalam sebuah program siniar menyebut adanya toilet gender netral di salah satu sekolah internasional di Jakarta. Mendengar kabar tersebut, Dinas Pendidikan DKI langsung memeriksa kebenarannya.
"Semua sudah kasih data. Jadi satuan pendidikan kerja sama, kan SMP itu ada 59, SMA-nya ada 43. Semuanya clear, hanya ada dua jenis toilet atau jamban, yaitu untuk laki-laki dan perempuan," ujar Purwosusilo.
Sekolah internasional di Jakarta, menurut Purwosusilo, tergabung dalam satuan pendidikan kerja sama (SPK). Sejauh ini, tiap sekolah bagian dari SPK telah melaporkan sarana dan prasarana yang ada di gedung mereka.