Sabtu 05 Aug 2023 14:02 WIB

The Iconomics PR Summit 2023 Paparkan Cara Memitigasi Isu

Kunci menjadi PR yang bijak adalah ‘mendengarkan’ dan ‘menyuarakan’.

The Iconomics PR Summit 2023, Innovation for Reputation.
Foto: Dok. TIPRS
The Iconomics PR Summit 2023, Innovation for Reputation.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu dan krisis menjadi tantangan sebuah lembaga atau korporasi dalam penjagaan reputasi. Ditambah lagi tantangan teknologi yang memberikan keterbukaan dan kecepatan informasi, membuat perusahaan semakin rentan tertimpa isu maupun pemberitaan negatif. Oleh karena itu, penting adanya peran praktisi Public Relations (PR) yang kompeten yang dapat melakukan pemetaan pada manajemen isu dengan baik. 

Hal ini selaras dengan tema kegiatan The Iconomics PR Summit 2023, “Innovation for Reputation”. Acara yang bertabur tokoh komunikasi ini, berlangsung selama dua hari dengan berbagai rangkaian kegiatan mulai dari seminar, workshop, dan ditutup oleh malam penganugerahan Indonesia PR Awards 2023. 

Baca Juga

“Manajemen Isu dalam Dunia PR” menjadi salah satu materi workshop dalam acara yang diadakan di JS Luwansa Hotel. Materi disampaikan oleh pakar komunikasi sekaligus CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication, Dr. Firsan Nova seperti dilansir pada Sabtu (5/8/2023). 

Menurut Firsan, ketika terjadi isu, praktisi PR harus proaktif dalam menyuarakan narasi. “Di Nexus, ketika terjadi isu kami membagi menjadi tiga bagian yaitu, terdapat sesi issues taker, balancing narrative, dan issues maker,” kata Firsan. 

Pada fase awal biasanya isu terjadi, kemudian disusul narasi-narasi negatif dalam pemberitaan. Langkah selanjutnya akan melakukan balancing narrative menyuarakan narasi-narasi positif ke publik agar isu negatif dan positif dapat seimbang. Tahap terakhir adalah melakukan issues maker yaitu mempublikasi ke publik isu-isu positif apa saja yang perlu diketahui. 

“Balancing narrative harus dilakukan dalam managemen isu, jangan sampai ada narasi tunggal,” ujar Firsan. 

Ketika terjadi isu, praktisi PR harus segera melakukan intervensi. Jika tidak, lambat laun krisis akan terjadi dan jika tetap tidak ditangani, maka bisa mempengaruhi kondisi finansial perusahaan. 

“Kunci menjadi PR yang bijak adalah ‘mendengarkan’ dan ‘menyuarakan’ karena PR memang dilahirkan untuk bersuara. Namun poinnya adalah ketika terjadi isu, PR juga harus bisa mendengarkan,” ungkap Firsan. 

Firsan juga menambahkan bahwa PR harus pintar membangun relasi dengan cara berinteraksi dan bersosialisasi agar ketika terjadi isu kita telah memiliki banyak kawan bukan lawan. 

“Kita di Nexus itu melakukan friends before benefit, kita menjalin relasi sebelum ada krisis dan bisa mengubah musuh menjadi teman,” tutup Firsan dalam sesi pertama workshop yang dihadiri oleh para praktisi komunikasi dari berbagai perusahaan tersebut.

Sebaik apapun perusahaan, sejatinya isu dan krisis tidak bisa kita hindari. Isu dan krisis akan menjadi bagian dari perjalanan perusahaan. Hal yang bisa dilakukan PR adalah melakukan mitigasi dan meminimalisir dampak negatif dari hal tersebut.

sumber : Iconomics
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement