Jumat 04 Aug 2023 11:02 WIB

Bursa Karbon Dinilai Berpotensi Memicu Produk Derivatif Karbon

MVGX mengembangkan sistem pertukaran karbon berbasis blockchain.

Country General Counsel Meta Verse Green Exchange (MVGX), Charya Rabindra Lukman
Country General Counsel Meta Verse Green Exchange (MVGX), Charya Rabindra Lukman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Country General Counsel Meta Verse Green Exchange (MVGX), Charya Rabindra Lukman,  mengatakan peluang bursa karbon memicu produk derivatif di masa mendatang. Mekanisme perdagangan bursa karbon adalah karbon dioksida yang menjadi efek atau aset yang ditransaksikan.

“Walau bursa karbon belum diluncurkan, tetapi potensinya cukup atraktif karena berpeluang memicu pelaku pasar menerbitkan produk derivatif, diantaranya ETF (exchange traded fund) dan kredit karbon syariah,” kata Charya, dalam siaran pers, di Jakarta, Kamis (3/8/2023).

Bursa karbon merupakan sistem yang mengatur pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon. Hal ini sebagai mekanisme pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon.

Guna mendukung target pemerintah mengurangi emisi karbon, menurut Charya, MVGX mengembangkan sistem pertukaran karbon berbasis blockchain. MVGX memanfaatkan teknologi blockchain yang menawarkan catatan kinerja semua proyek ramah lingkungan yang transparan dan tahan rusak yang terkait dengan kredit yang tercantum pada infrastruktur pertukarannya.

Blockchain berpotensi digunakan di eknomi hijau untuk mendorong bisnis keberlanjutan berbasis ESG (environmental, social & governance). "Blockchain memungkinkan investor untuk melacak dampak dari investasi mereka yang bermanfaat untuk lingkungan karena blockchain memudahkan perusahaan mengakses transparansi dengan Bureau Veritas,” ungkap Charya.

Rencananyanya, perdagangan karbon (carbon trading atau bursa karbon) akan diimplementasikan di September 2023 sebagai bentuk pendalaman pasar yang sesuai dengan amanat dari Undang-Undangan Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). “UU P2SK adalah game changer untuk mengakselerasi bursa karbon di Indonesia,” ucap Charya.

MVGX sendiri, menurut Charya, adalah penyedia jasa digital green pertukaran berlisensi dan diatur oleh Monetary Authority of Singapore (MAS). Perusahaan ini merupakan perusahaan teknologi finansial yang menyediakan solusi Carbon as a Service, didukung oleh platform pertukaran aset digital berlisensi dan berteknologi termutakhir.

“MVGX telah menjalin kemitraan dengan beberapa perusahaan di Indonesia yang menggunakan jasa kami menyediakan Carbon as a Service untuk melakukan measurement dari hulu ke hilir perusahaan yang mempraktikkan aspek berkelanjutan,” tutur Charya.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi, mengatakan, saat ini, OJK sedang memfinalisasi Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) yang akan menjadi aturan pendukung dalam penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon.

Sebelumnya, RPOJK tersebut telah dikonsultasikan bersama Komisi XI DPR. "Hal ini tentunya menjadi penyemangat dan meningkatkan rasa optimis untuk dapat menyelenggarakan perdagangan perdana unit karbon di bursa karbon pada bulan September mendatang sesuai dengan arahan dari Bapak Presiden Joko Widodo," kata Inarno , saat  seminar nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Bursa Karbon di Indonesia di Surabaya, Jawa Timur pada Senin (31/7/2023).

Pemerintah memiliki target menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 31,89% dengan usaha sendiri dan sebesar 43,2% dengan bantuan partisipasi internasional pada 2030 sesuai dokumen Enhanced NDC 2022. Untuk itu, diperlukannya dukungan berbagai sektor dalam rangka upaya menurunkan GRK termasuk sektor Industri Jasa Keuangan.

Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam perdagangan karbon, salah satunya adalah pada subsektor pembangkit tenaga listrik yang Indonesia mempunyai 99 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara untuk dapat mengikuti perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86% dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement